BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan di indonesia mengalami masalah yang diantaranya yaitu makanan ternak yang belum bisa mencukupi kebutuhan dan rendahnya kualitas pakan yang ada di indonesia. Produksi ternak dapat dinaikkan apabila pengelolaan ternak dan pakan ternakdilakukan dan disediakan dengan tepat. Kenaikan produksi ternak ditandai dengan penggunaan makanan ternak. Konsentrat yang tinggi jumlahnya dan ini hanya mungkin dilaksanakan apabila imbangan harga makanan dan harga produksi ternak berupa air susu atau daging masih memadai. Produksi ternak makin turun apabila ternak deekat ekuator. Usaha – usaha pertanian sangat menentukan berhasil tidaknya usaha peternakan, terutama dalam penyediaan tanaman bahan pangan cukup dan kualitas tinggi yang menunjang produksi ternak yang tinggi.
Rumput atau hijauan merupakan kebutuhan pokok untuk ternak yang wajib terpenuhi, karena hijauan merupakan makanan bagi ternak yang berperan sebagai faktor penunjang kelangsungan hidup ternak itu sendiri. kemajuan usaha peternakan membutuhkan kemajuan usaha tani padang rumput, karena rumput merupakan makanan termurah bagi ternak herbivora secara umum dan ternak ruminansia secara khususnya. Makanan yang diberikan kepada ternak umumnya 70 – 90% hijauan dan 10 – 30% konsentrat.
Kebanyakan makanan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis secara garis besar yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak pada bahan keringnya. Hijauan dapat dibagi lagi menjadi hijauan kering dan hijauan segar, dimana hijauan segar mengandung banyak air. Sumber terbanyak dari hijauan adalah rumput – rumputan (AAK,1983).
Secara teknis diketahui bahwa ruminansia mempunyai potensi biologis untuk dapat menggunakan hijauan dengan baik sebagai bahan makanan utamanya. Hijauan terutama rumput relatif lebih mudah ditanam atau dipelihara sehingga harga sumber energi lebih murah dibandingkan dengan tanaman sumber karbohidrat lainnya. Akan tetapi dilain pihak, hewan dapat mengadaptasi diri terhadap berbagai keadaan lingkungan termasuk pemeliharaan intensif apalagi dibantu dengan proses seleksi (Pratomo, 1986).
Rumput merupakan tumbuhan monokotil dengan siklus hidup annual dan perennial. Rumput mempunyai sifat tumbuh yaitu dengan membentuk rumun, tanaman dengan batang merayap pada permukaan, tanaman horisontal tetapi batang tumbuh ke atas dan rumput membelit (soedomo, 2000).
Bentuk sederhana, perakaran silindris, menyatu dengan batang, lembar daun berbentuk pelepah yang muncul pada buku – buku dan melingkari batang (Reksohadiprodjo, 2000).
Pakan merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup, khususnya ternak. Sehingga harus selalu terpenuhi ketersediaannya untuk menunjang hidup ternak. Ketersediaan pakan di alam cukup melimpah, namun pemanfaatannya belum maksimal. Pentingnya pakan dalam kebutuhan ternak untuk memenuhi hidup pokok seekor ternak. Saat ini kualitas pakan di Indonesia sangat rendah sehingga untuk mengatasi rendahnya kualitas pakan perlu adanya pengolahan tambahan untuk meningkatkan kualitas pakan. Pada praktikum Teknologi Pengolahan Pakan ini, mahasiswa belajar cara meningkatkan kualitas bahan pakan, sehingga pemanfaatannya dapat optimal, serta setiap hijauan yang berpotensi sebagai pakan dapat dimanfaatkan. Pengolahan pakan berupaya meningkatkan kandungan nutrisi tersebut dengan beberapa perlakuan, seperti; amoniasi, silase dan fermentasi. Proses amoniasi dengan penambahan urea, silase dengan penambahan bekatul sedangkan fermentasi dengan penambahan bekatul. Fungsi amoniasi yaitu untuk mengubah struktur bahan pakan yang keras menjadi lebih remah, silase bertujuan untuk meningkatkan kandungan nutrsi bahan pakan agar dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama dan fermentasi untuk mengawetkan bahan pakan.
Pengawetan hijauan pakan atau limbah pertanian dalam bentuk silase merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh terutama untuk mengatasi kesulitan pengadaan pakan di daerah yang mengalami musim kemarau panjang. Perubahan musim akan mempengaruhi kualitas hijauan pakan yaitu hilangnya fraksi yang mudah larut atau fraksi non structural akibat respirasi yang meningkat dan penurunan netto fotosintesis.
Pengawetan hijauan sepeti silase diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan hijauan segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya dapat memperbaiki produktivitas ternak. Produktivitas ternak merupakan fungsi dari ketersediaan pakan dan kualitasnya. Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya suhu harian, iklim, dan ketersediaan air tanah. Faktor tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan hijauan pakan ternak yang diharapkan kontinyu sepanjang tahun (Ridwan dan Widyastuti, 2001).
Pakan hijauan merupakan semua bahan pakan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun – daunan. Kelompok tanaman ini adalah graminae, leguminosa, dan tumbuh – tumbuhan lainnya. Kelompok hijauan biasa disebut makanan kasar. Hijauan yang diberikan ke ternak ada dalam bentuk segar dan hijauan kering. Hijauan segar adalah makanan yang berasal dari hijauan dan diberikan dalam bentuk segar. Sedangkan hijauan kering adalah hijauan yang diberikan ke ternak dalam bentuk hay atau disebut juga jerami kering.
Hijauan segar dan hijauan kering dapat dibudidayakan dengan memperhatikan mutu hijauan tersebut yaitu sifat genetik dan lingkungan agar dapat memenuhi kebutuan nutriensetiap ternak dan membantu peternak mengatasi kesulitan dalam pengadaan makanan ternak. Dalam mengusahakan tanaman makanan ternak untuk mendapatkan hijauan yang produktivitasnya tinggi maka perlulah tanaman makanan ternak diusahakan secara maksimal mulai dari pemilihan lokasi, pemetaan wilayah, pengelolaan tanah, pemilihan bibit, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, panen, dan usaha – usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu sampai dengan penanganan hijauan sebelum dikonsumsi ternak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Daya Tampung
Hijauan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia, baik dari segi banyaknya maupun mutunya, sebagai sumber zat – zat makanan yang dibutuhkan untuk seluruh proses hidupnya terutama yang bisa dimanfaatkan langsung oleh ternak, misalnya untuk laju pertumbuhan yang cepat dan tercapainya bobot hidup tertentu dalam waktu singkat (Susetyo, 1980).
Mutu hijauan makanan ternak pada setiap tempat akan berbeda menurut daerah atau jenis tanahnya. Hal inimasing – masing dipengaruhi oleh subur tidaknya tanah, kaya tidaknya unsur hara yang terdapat didalamnya. Semakin tanah kaya akan unsur hara, semakin tanaman hijauan akan menjadi subur, bermutu, dan berproduksi tinggi. Produksi hijauan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : kemampuan bertahan hidup dan berkembang biak secara vegetatif, agresifitas, kemampuan untuk tumbuh kembali setelah terjadi penginjakan ataupun setelah ada penggembalaan ternak, penyebaran produksi musiman, tahan kering dan dingin, kesuburan tanah, dan iklim (mcllroy, 1997).
Kapasitas tampung adalah kemampuan padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar (reksohadiprodjo, 1985).
Daya tampung padang penggembalaan tergantung pada kemiringan lahan, jarak dengan sumber air, kecepatan pertumbuhan/ produksi tanaman pakan, kerusakan lahan, ketersediaan hijauan yang dapat dikonsumsi, nilai nutrisi pakan, variasi musim, dan keadaan ekologi padang penggembalaan (Susetyo, 1980).
B. Identifikasi Hijauan Makanan Ternak
Hijauan pakan adalah bahan makanan yang mengandung serat kasar 18% atau lebih (dihitung dari bahan kering). Angka batasan ini hanya sekedar patokan, karena di dalam prakteknya sering didapatkan hal – hal yang berada di luar batasan ini. Kualitas hijauan sangat bervariasi yang disebabkan oleh beberapa perbedaan dalam spesies, umur, kesuburan tanah, sumber – sumber air dan lain sebagainya (Hanson et al, 2006).
Rumput adalah tanaman yang paling efisien untuk merubah sinar matahari menjadi biomassa dan pada saat yang sama mengkonversi karbondioksida menjadi oksigen. Ternak ruminansia dapat mengubah biomassa ini, yang umumnya tidak dapat dicerna oleh manusia menjadi protein berkualitas tinggi melalui aktivitas mikroorganisme dalam rumen. Rumput – rumput memberikan tutupan tanah yang baik untuk mengurangi erosi sementara akar yang sangat halus akan membentuk bahan organik dan membantu penyusupan air ke dalam tanah (Sutaryono et al, 2002).
Pertumbuhan tanaman rumput. Cara pengembangbiakan utama tanaman rumput adalah dengan vegetatif, transisi, dan reproduktif. Fase vegetatif, batang sebagian besar terdiri atas helaian daun. Leher helaian daun tetap terletak di dasar batang, tidak terjadi pemanjangan selubung daun atau perkembangan kulmus, sebagai respon terhadap temperatur dan panjang hari kritis, meristem apikal secara gradual berubah dari tunas vegetatif menjadi tunas bunga. Hal ini disebut induksi pembungaan. Fase ini disebut fase transisi. Selam fase transisi helaian daun mulai memanjang. Fase reproduktif dimulai dengan perubahan ujung batang dari kondisi vegetatif ke tunas bunga (Soetrisno et al., 2008).
Pertumbuhan tanaman legum. Tanaman legum tumbuh dengan cara tipe semak, tipe berkas, batang bersifat tegak atau decumbent, serambling, dan roset. Tipe semak yaitu sebuah tangkai sentral dengan cabang – cabang samping muncul sepanjang batang utama dengan cabang aksiler. Tipe berkas yaitu sebuah tangkai yang darinya muncul beberapa batang dan tunas baru sehingga sulit mengidentifikasi batang utama. Batang bersifat tegak, merambat yaitu batang berkembang menjalar di atas permukaan tanah. Serambling adalah banyak tanaman yang merambat tumbuh merambat tumbuh memanjat dan melingkari obyek yang tinggi. Roset adalah bentuk vegetatif beberapa tanaman perennial berkembang setelah berbunga (Soetrisno et al., 2008).
Tanaman legum di daerah tropis berdasarkan lingkungannya dibedakan menjadi beberapa macam. Di lingkungan tropis basah banyak ditumbuhi oleh legum jenis kalopo, centrosema, dan dismodium. Di lingkungan tergenang sementara terdapat rumput spesies pahaseolus lathyroides. Di lingkungan tropis terdapat rumput – rumputan jenis stylosantes, dolichos, cajanus, medicago, dan trifolium yang mempunyai sifat tumbuh annual. Sedangkan di daerah pegunungan terdapat jenis rumput trifolium, jenis ini biasanya memerlukan air yang cukup banyak (Reksohadiprodjo, 1995).
Leguminosa sering digunakan oleh peternak untuk tujuan tertentu, disamping sebagai sumber zat – zat pakan. Apabila dicampur dengan graminae akan baik karena merupakan gabungan antara bahan pakan yang kaya akan zat – zat pakan dan sifat mengisi dari graminae. Legum mengandung serat yang dibutuhkan ternak dan juga protein serta zat hijau (Parakkasi, 2009).
C. PEMBUATAN SILASE
Silase adalah proses pengawetan hijauan pakan segar dalam kondisi anaerob dengan pembentukan atau penambahan asam. Asam yang terbentuk yaitu asamasam organik antara lain laktat, asetat, dan butirat sebagai hasil fermentasi karbohidrat terlarut oleh bakteri sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan derajat keasaman (pH). Turunnya nilai pH, maka pertumbuhan mikroorganisme pembusuk akan terhambat (Stefani et al., 2010).
Kualitas silase tergantung dari kecepatan fermentasi membentuk asam laktat, sehingga dalam pembuatan silase terdapat beberapa bahan tambahan yang biasa di istilahkan sebagai additive silage. Macam - macam additive silage seperti water soluble carbohydrat, bakteri asam laktat, garam, enzim, dan asam. Penambahan bakteri asam laktat ataupun kombinasi dari beberapa additive silage merupakan perlakuan yang sering dilakukan dalam pembuatan silase. Pemilihan bakteri asam laktat sangat penting dalam proses fermetasi untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik. Proses 8 awal dalam fermentasi asam laktat adalah proses aerob, udara yang berasal dari lingkungan atau pun yang berasal dari hijauan menjadikan reaksi aerob terjadi. Hasil reaksi aerob yang terjadi pada fase awal fermentasi silase menghasilkan asam lemak volatile, yang menjadikan pH turun (Stefani et al., 2010).
Pembuatan silase dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
hijauan yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nenas, dan jerami padi.
penambahan zat aditif untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak (manure ayam dan babi), urea, air, dan molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan kadar protein atau karbohidrat pada material pakan. Biasanya kualitas pakan yang rendah memerlukan aditif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak.
kadar air yang tinggi berpengaruh dalam pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Pioner Development Foundation, 1991).
Proses fermentasi silase memiliki 3 tahapan, yaitu:
Fase aerobik, normalnya fase ini berlangsung sekitar 2 jam yaitu ketika oksigen yang berasal dari atmosfer dan yang berada diantara partikel tanaman berkurang. Oksigen yang berada diantara partikel tanaman digunakan oleh 9 tanaman, mikroorganisme aerob, dan fakultatif aerob seperti yeast dan enterobacteria untuk melakukan proses respirasi.
Fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal dari reaksi anaerob. Fase ini berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari komposisi bahan dan kondisi silase. Jika proses silase berjalan sempurna maka bakteri asam laktat sukses berkembang. Bakteri asam laktat pada fase ini menjadi bakteri predominan dengan pH silase sekitar 3,8—5.
Fase stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan dari fase kedua; fase feed-out atau fase aerobik. Silo yang sudah terbuka dan kontak langsung dengan lingkungan maka akan menjadikan proses aerobik terjad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar