LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAGING DAN KULIT
“NUGGET AYAM”
Disusun Oleh :
KUSWORO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang sesuai untuk dimakan dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging dikenal sebagai bahan pangan yang bernilai gizi tinggi namun mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu usaha pengolahan penanganan merupakan cara untuk mengurangi kerusakan daging pasca panen sekaligus memperoleh nilai tambah dari produk yang dihasilkan (Syahrianasabil, 2013).
Chicken nugget merupakan salah satu produk olahan makanan setengah jadi terbuat dari gilingan daging ayam dengan campuran bumbu –bumbu. Pembuatan chicken nugget memanfaatkan daging ayam yang berkuaalitas rendah atau memanfaatkan potongan ayam relatif kecil dan tidak beraturan, kemudian dilekatkan kembali menjadi bentuk yang lebih besar. Chicken nugget yang terbuat dari daging ayam sangat digemari oleh masyarakat, akan tetapi tidak semua lapisan masyarakat dapat menikmatinya karena harganya relatif mahal. Sehingga lebih baik membuat chicken nugget sendiri yang dapat dicampurkan bahan – bahan yang sesuai dengan selera, kualitas yang lebih baik dengan biaya yang perlu dikeluarkan tidak semahal dengan membeli chicken nugget yang siap makan (Nasution, 2012).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara mengolah hasil ternak yaitu pembuatan nugget dari daging ayam agar hasil olahan ternak bernilai ekonomis dan gizi yang tinggi.
C. Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang pembuatan nugget ayam, dan dapat menciptakan inovasi, kreasi, dan mengembangkan kemandirian mahasiswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nugget Ayam dan Karasteristiknya
Nugget ayam kaya akan asam amino lisin, yaitu suatu asam amino esensial yang kadarnya sangat rendah pada bahan makanan pokok, seperti beras, jagung, ubi, sagu, dan lain – lain. Mengkonsumsi nasi dengan menggunakan nugget ayam sebagai lauknya merupakan hal yang sangat tepat ditinjau dari segi gizi. Nugget ayam sesekali juaga baik untuk dijadikan sumber protein untuk mendukung proses tumbuh kembang anak – anak balita. Nugget ayam juga merupakan bahan pangan sumber niasin (vitamin B3), vitamin B6, asam pantotenat dan riboflavin (vitamin B2), dengan sumbangan masing – masing terhadap kebutuhan per hari mencapai 68, 34, 16, dan 16 %. Selain itu nugget ayam juga sumber mineral selenium, fosfor dan zink (Amertaningtyas, 2003).
Nugget dibuat dari daging ayam (65%) dengan penambahan pati (20%) dan bumbu – bumbu seperti garam, bawang putih, merica dan air (15%). Menurut Hiu (1991), bahwa penambahan pati atau tapioka berfungsi sebagai binding (pengikat) dan shaping (pembentuk) serta berperan mengurangi biaya produksi. Tapioka adalah pati dari singkong, kandungan aminopeliktinnya tinggi, tidak mudah menggumpal, daya letaknya tinggi, tidak mudah pecah atau rusak, suhu gelatinisasi yang relatif rendah. Suhu gelatinisasi tapioka berkisar 52 – 640C. Gelatinisasi merupakan proses pengembangan granula pati yang terjadi akibat dari pemanasan yang terjadi pada proses pembuatan nugget dimana pemanasan dilakukan pada suhu sekitar 950 C selama 50 menit (Nurzainah, 2006).
Pembuatan chicken nugget pada umumnya hanya menggunakan daging dari bagian dada. Daging dari bagian ini banyak disukai konsumen karena kandungan lemaknya rendah, serabut dagingnya seragam dan warnanya yang terang. Namun hal ini akan mengakibatkan tingginya biaya produksi yang pada akhirnya akan menyebabkan tingginya harga jual produk chicken nugget. Oleh karena itu perlu diupayakan alternatif pembuatan chicken nugget dengan tanpa mengurangi nilai gizi maupun daya terima konsumen dengan cara pembuatan chicken nugget dari berbagai bagian karkas broiler, sehingga bisa menekan biaya produksi yang pada akhirnya akan lebih bisa diterima konsumen karena harganya yang terjangkau (Sutaryo, 2006).
Rasa nugget sangat bervariasi, tergantung dari komposisi bahan dan jenis bumbu yang digunakan. Pada dassarnya nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, yaitu emulsi minyak di dalam air, seperti halnya produk sosis dan bakso. Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong, dan diselimuti perekat tepung (batter) dan dilumuri tepung roti (breading). Selanjutnya digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan. (Nasution, 2012).
B. Bahan Tambahan Pembuatan Nugget
Bumbu – bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (winarno et al, 1980). Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica (Aswar, 1995). Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin. Garam biasanya terdapat secara alamiah dalam makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 1995).
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan cita rasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan. Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Palungkun dan Budiarti, 1992).
Susu bubuk skim dan tepung adalah bahan pengikat yang memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi. Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat terdiri menurut asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan, merica atau lada (paperningrum) termasuk divisi spermatophyta yang sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 1993).
C. Pembuatan Nugget
Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Tahapan pembuatan nugget sebagai berikut :
Penggilingan
Penggilingan daging diusahakan pada suhu dibawah 150C, yaitu dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging (Tatono, 1994). Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Pada proses penggilingan daging terjaddi gesekan – gesekan yang dapat menimbulkan panas. Air yang ditambahkan ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan daging dalam bentuk serpihan es. Air es yang digunakan untuk mempertahankan temperatur selama pendinginan. Air es selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril (Afrisanti, 2010).
Pengukusan
Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula – granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula (Winarno, 1997). Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatan – ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdisfusi keluar glanula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997).
Batter dan Breading
Menurut Fellow (2000), bahwa perekat tepung (batter) adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu – bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Coating adalah tepung yang digunakan untuk melapisi produk – produk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan. Breading dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu produk yang pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih dan tidak mengandung benda – benda asing. Tepung roti harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik dan asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda – benda asing (BSN, 2002).
Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard) (ketaren, 1986). Reaksi maillard terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein. Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter dan breading. Tujuan penggorengan adalah untuk menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000).
D. Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat
meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan pengikat adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi (Afrisanti, 2010). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat terdiri menurut asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan (Afrisanti, 2010).
E. Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubtitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Menurut Winarno (1997) bahwa pati terdiri atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi amilosa berperan penting dalam stabilitass gel, karena sifat hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan penambahan air yang berlebihan. Bahan pengisi yang umum digunakan pada pembuatan nugget adalah tepung (Afrisanti, 2010).
F. Organoleptik
Pengujian organoleptik merupakan bidang ilmu yang mempelajari cara – cara pengujian karakteristik bahan pangan dengan menggunakan indra manusia diantaranya indera penglihatan, pembau, perasa, peraba, dan pendengar (Djalal, 2008). Sifat sensoris ini tidak dapat dikenal dengan mudah, dapat dirassakan tapi sulit dilukiskan. Kesulitannya dalam memilih pernyataan yang tepat secara utuh yang dapat memperjelas sifat tersebut. Uji organoleptik yang dilakukan pada percobaan ini memakai difference test dengan metode scoring. Pada metode ini sampel yang akan diuji telah diberi kode terlebih dahulu. Panelis independent akan menguji warna, rasa, aroma, mouth feel dan finger feel dari chicken nugget bahan uji, dan mencatat hasilnya berdasarkan tingkat skala yang diberikan (Marsudi, 2008).
Pada uji organoleptik nugget, warna yang dihasilkan aadalah kecoklat – coklatan. Menurut (Marsudi, 2008) bahwa warna kecoklat – coklatan yang timbul akibat penggorengan tersebut disebabkan oleh adanya reaksi maillard, yaitu reaksi antara asam amino pada protein dengan karbohidrat. Sedangkan untuk rasa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyatakan bahwa rassa suatu bahan makanan sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, konsentrasi satu komponen dan interaksi dari faktor – faktor lainnya. Reaksi antara protein dan karbohidrat yang menghasilkan warna kecoklat – coklatan juga akan berpengaruh pada rasa chicken nugget yang dihasilkan.
BAB III
MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat :
Panci kukus
Wajan penggorengan
Pisau + talenan
Loyang
Blander
Kompor
Mangkuk + piring
Sendok + garpu
Nampan
Bahan :
Daging Ayam Giling 250 g
Tepung Panir 50 g
Tepung sagu 50 g
Telur 2 butir
Susu 1 sdm
Merica ½ sdt
Bawang Putih 3 siung
Air 50 ml
Kaldu ½ sdm
Garam 1 sdm
Minyak goreng
B. Metode
Campur ayam giling, susu bubuk dan tepung panir halus. Aduk rata menggunakan blander.
Masukkan telur, air, kaldu bubuk, garam, bawang putih. Kemudian aduk rata dan tambahkan tepung sagu.
Tuang dalam loyang yang sudah diolesi minyak dan dialas plastik.
Kukus diatas api kecil selama 30 menit sampai matang. Biarkan dingin. Potong sesuai selera.
Celupkan dalam putih telur, kemudian gulingkan di atas tepung panir agak kasar.
Goreng dalam minyak yang sudah dipanaskan sampai matang warna agak kecoklatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan nugget didapatkan berat setelah dikukus yaitu 495 gram. Dan berat sesudah digoreng yaitu 529 gram. Hasil dari pengamatan secara organoleptik pada nugget memiliki warna kuning keemasan, tekstur lembut dan renyah, dan rasa daging ayam sedikit terasa, gurih, bumbunya pas.
B. Pembahasan
Pada proses pembuatan nugget, pertama dilakukan penimbangan yang berfungsi untuk mengetahui berat awal dari bahan baku yang digunakan. Setelah itu dilakukan proses penghancuran daging dengan penambahan es batu, hal ini dilakukan untuk menjaga suhu dari daging, hal ini dikarenakan apabila suhu daging terlalu panas, akan menyebabkan lemak mencair, dan akan mengganggu stabilitas dari emulsi yang terbentuk. Penggilingan daging sebaiknya pada suhu dibawah 150C. Caranya yaitu bisa dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging atau bisa juga dengan membekukan daging itu terlebih dahulu. Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas, karena pada proses penggilingan terjadi gesekan – gesekan yang menimbulkan panas. Tahap penggilingan sebaiknya daging dicampur dengan garam untuk mengestrak aktomiosin sehingga akan terbentuk produk dengan stabilitas emulsi yang baik.
Selanjutnya dilakukan proses pencampuran dengan bumbu – bumbu penyedap. Proses pencetakan dilakukan dalam loyang, dan setelah itu dilakukan proses pengukusan selama 30 menit, yang bertujuan untuk mematangkan nugget ayam. Pelapisan (coating) dengan cara pelapisan basah (wet coating) dan pelapisan kering (dry coating) sejenis tepung roti/ breader hingga permukaannya tertutup rata. Proses pendinginan berfungsi untuk mendapatkan tekstur dari nugget yang kompak dan keras. Proses penggorengan nugget dilakukan pada suhu 1000C. Ketika penggorengan, minya harus dapat menutupi seluruh dari permukaan nugget, hal ini bertujuan agar seluruh permukaan nugget matang sempurna.
Bahan utama pembuatan nugget adalah daging. Daging yang digunakan bervariasi, misalnya daging sapi atau daging ayam. Daging ayam yang digunakan bisa berasal dari semua bagian ayam yang dapat dimakan misalnya bagian dada, bagian paha, ataupun kulit ayam dengan penambahan bahan pengisi dan bumbu – bumbu untuk meningkatkan cita rasa (Nasution, 2012).
Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan pengisi (filler) yang ditambahkan pada produk olahan daging karena dapat membentuk gel yang bening, lentur, dan tidak berbau sehingga dapat digunakan sebagai perekat yang kuat. Kadar pati tapioka yang lebih tinggi dan suhu gelatinisasi yang lebih rendah dibandingkan jagung dan terigu. Tepung tapioka sebagai bahan pengisi berfungsi untuk mengikat air, memperbaiki tekstur, memperbaiki kekenyalan dan elastisitas produk. Penambahan pati akan membuat tekstur produk lebih kompak karena ikatan yang terbentuk lebih kuat. Pati akan mengalami gelatinisasi pada saat proses pemanasan. Gel yang terbentuk akan berikatan dengan protein daging sehingga membentuk matriks protein – pati dan akan dihasilkan produk daging yang saling melekat dan kompak.
Penambahan air bertujuan untuk melarutkan protein yang larut air. Membuat larutan garam untuk melarutkan protein yang mudah larut dalam garam, sebagai fase kontinyu dalam emulsi daging, dan mempermudah penetrasi bahan. Air juga berfungsi untuk mempertahankan juiceness dan keempukan produk.
Bawang putih berfungsi sebagai bumbu penyedap. Bawang putih memiliki senyawa penimbul aroma yaitu sulfur sehingga dapat menambah cita rasa makanan. Bawang putih juga berfungsi sebagai zat antimikroba.
Garam yang digunakan adalah garam dapur. Garam berfungsi sebagai penambah cita rasa pada nugget dan mencegah pembentukan serta pertumbuhanjamur pada produk akhir yang dihasilkan. Jumlah garam yang ditambahkan dalam pembuatan nugget umumnya sebesar 2%.
Merica berfungsi sebagai penyedap dalam pembuatan nugget ayam dengan memberikan rasa pedas. Komponen yang memberi rasa pedas khas merica adalah piperine, piperanine, dan piperylin.
Breading adalah proses pelapisan nugget dengan tepung panir dan putih telur, dilakukan untuk memudahkan proses penggorengan dimana jika nugget ayam tidak dilapisi oleh tepung panir maka nugget yang digoreng akan lengket. Sebelum melakukan proses penggorengan biasanya dilakukan proses pre-frying. Ini dilakukan agar tepung panir yang telah melapisi nugget dapat terikat (Nasution, 2012).
Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan dan lain sebagainya, tetapi yang populer di masyarakat adalah nugget ayam. Bahan baku daging untuk nugget dapat menggunakan bagian daging dari karkas. Jenis daging ini bernilai ekonomis rendah (misalnya karena cacat, bukan karena telah rusak atau tidak segar) jika dijual dalam bentuk utuh. Dengan dibuat ke dalam bentuk nugget maka nilai ekonomisnya menjadi jauh lebih tinggi.
CCP pada proses pembuatan nugget yaitu proses penghancuran, proses pembekuan, proses pengukusan dan proses penggorengan karena dalam proses tersebut terdapat pengendalian proses yang harus diperhatikan dan akan berpengaruh terhadap keamanan pangan. Dimana penghancuran bahan jangan terlalu halus, pengukusan harus optimal agar didapat proses gelatinisasi yang diinginkan serta pemasakan diusahakan suhu dan waktu tidak terlalu lama agar di dapat warna nugget dan kematangan yang diingikan.
Berdasarkan SNI mengenai syarat mutu nugget, dapat disimpulkan bahwa nugget yang dibuat dilaboratorium dari segi organoleptik telah memenuhi syarat yang ada dalam SNI tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan dan lain – lain. Bahan baku daging untuk nugget dapat menggunakan bagian daging dari karkas.
2. Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong, dan diselimuti tepung perekat dan dilumuri tepung roti. Selanjutnya digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan.
3. Dari hasil praktikum didapatkan berat setelah dikukus yaitu 495 gram. Dan berat sesudah digoreng yaitu 529 gram.
4. Hasil dari pengamatan secara organoleptik pada nugget memiliki warna kuning keemasan, tekstur lembut dan renyah, dan rasa daging ayam sedikit terasa, gurih, bumbunya pas.
B. Saran
Selama proses pembuatan nugget ayam sebaiknya dilakukan secara higienis dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta harus lebih teliti dalam penambahan bahan tambahan dan prosedurnya.
DAFTAR PUSTAKA
Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci dengan Penambahan Tepung Tempe. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Amertaningtyas. 2003. Peran Bawang Putih (Allium Sativum) dalam Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Surabaya : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Aswar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.). Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Badan Standarisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. SNI 01-6683-2002. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Legowo, A., Nurwantoro dan Sutaryo. 2005. Analisis Pangan. Semarang : Universitas Diponegoro.
Mannulang, M dan Tatono, E. 1994. Pengaruh Bahan Pengikat dan Emulsifiet Terhadap Mutu Nugget Ikan (Scromboeromorus Commersoni) Selama Penyimpanan Pada Suhu Beku. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 6 (1) : 42 – 51.
Marsudi, F. 2008. Kajian – Kajian Sifat Kimia dan Organoleptik Chicken Nugget dengan Variasi Tepung Sukun (Artocarpus Communis). Yogyakarta : Fakultas Pertanian INTAN Yogyakarta.
Nasution, Fakhrul Arifin. 2012. Chicken Nugget. http://fakhrulaceh. Blogspot.com/2012/12/laporan-praktikum-pembuatan-chicken.html. Diakses tanggal : 26 oktober 2017.
Palungkun, R dan A. Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta : Penebar Swadaya.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Sughita. 1995. Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama Penyimpanan Temperatur Ruang. Sumedang : Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Uji organoleptik. Meliputi : uji warna, tekstur, dan rasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar