Minggu, 27 Mei 2018

penggemukan sapi potong menggunakan pakan lokal

PENGGEMUKAN SAPI POTONG MENGGUNAKAN PAKAN LOKAL
SEBAGAI TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI FEEDLOT

PENDAHULUAN

Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak strategis yang dapat mendukung stabilitas nasional. Pada tahun 2017, produksi daging nasional baru tercapai 354.770 ton sedangkan perkiraan kebutuhan mencapai 604.968 ton, sehingga untuk memenuhi kekurangannya 30 – 40 % harus dipenuhi dari impor baik dalam bentuk sapi bakalan maupun dalam bentuk daging. Pasokan impor daging diprediksikan semakin meningkat dan mencapai 70% pada tahun 2020. Peningkatan impor sapi potong dan daging merupakan indikasi peningkatan permintaan daging atau ketidaksanggupan pemenuhan kebutuhan yang harus disuplai dari sapi potong dalam negeri. Pemaksaan pemenuhan kebutuhan daging dari sapi lokal merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan pengurasan sapi potong lokal.
Pencapaian program kecukupan daging nasional pada tahun 2015 juga bergantung kepada ketersediaan sapi potong yang berkualitas. Dengan penyediaan bibit unggul diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sapi potong lokal. Sapi potong lokal sangat potensial dengan berbagai keunggulannya di daerah tropis.
Hasil – hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 70% produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan faktor genetik hanya mempengaruhi 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar yaitu sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi namun apabila pemberian tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai 60 – 80 % dari keseluruhan biaya produksi.
Dalam perjalanannya kondisi sapi potong lokal sekarang ini telah mengalami degradasi produksi dan banyak didapatkan dalam bentuk kecil. Penurunan diakibatkan oleh turunnya mutu genetik sapi potong lokal. Kesemuanya ini antara lain diakibatkan oleh pemotongan ternak yang memiliki kondisi baik yang digunakan seebagai standar pasar ternak sapi potong dan jumlah pemotongan induk/ betina produktif mencapai 40%. Genotip sapi potong lokal yang ada memiliki keragaman yang luas, sehingga cukup memiliki potensi genetik yang unggul dan siap untuk ditingkatkan potensi genetiknya secara maksimal untuk mendapatkan keturunan superior.
Potensi sumber daya usaha sapi potong di indonesia seperti pakan dan bangsa sapi lokal merupakan faktor yang penting sebagai sumber keunggulan komparatif usaha sapi potong. Berkenaan dengan pakan, pola pemeliharaan sistem gembala bebas atau gembala diikat walaupun lebih mengandalkan pakan hijauan, ternyata mampu memberikan keunggulan dalam ketersediaan pakan yang mudah. Hal tersebut tercermin dari nilai DHC usaha sapi potong sistem gembala yang kurang dari satu. Ketersediaan limbah pertanian sebagai asupan pakan juga merupakan sumber daya saing usaha sapi potong di indonesia.
Pakan adalah semua yang bisa dimakan oleh ternak dan tidak mengganggu kesehatannya. Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan kehidupan makhluk hidup. Pakan lokal adalah setiap bahan baku yang merupakan sumber daya lokal yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pakan secara efisien oleh ternak, baik sebagai suplemen, komponen konsentrat atau pakan dasar. Pakan alami adalah pakan yang berasal dari alam, sedangkan pakan buatan adalah pakan yang disiapkan oleh manusia dengan bahan dan komposisi tertentu yang sengaja disiapkan oleh manusia.
Efisiensi usaha pembesaran pejantan sangat dipengaruhi oleh faktor sapi bakalan dan tata laksana pemeliharaan terutama pakan. Bagi usaha pembesaran pejantan komersial seperti halnya feedlot atau usaha yang dilaksanakan secara intensif maka kualitas pakan diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan tingat pertumbuhan (PBBH) yang optimal. Pakan lokal untuk ternak ruminansia di indonesia masih didominasi oleh limbah pertanian. Secara umum, limbah pertanian mempunyai kualitas yang rendah (rendah kandungan protein, energi, vitamin, dan mineral) sebaliknya mengandung serat kasar yang tinggi sehingga salah satu cara mengoptimalkan pemanfaatannya adalah dengan meningkatkan kapasitas saluran pencernaan yang meliputi rekayasa komposisi mikroorganisme dan serta optimalisasi fungsi saluran pencernaan ( Nur A. Yenny, 2004)..
Silase dan daun pelepah sawit bisa mensubtitusi sebagian penggunaan hijauan rumput dalam pemeliharaan sapi simental. Meskipun tingkat palatabilitas silase pelepah dan daun sawit lebih rendah dibandingkan hijauan rumput namun tidak mempengaruhi tingkat pertumbuhan ternak. Perlu meningkatkan palatabilitas silase pelepah dan daun sawit sehingga pemanfaatannya sebagai sumber pakan dasar bisa meningkat. Hal ini bermanfaat untuk menghadapi kekurangan produksi hijauan rumput alam dalam pemeliharaan sapi simental (A.D. Ratna, 2013).



PEMBAHASAN

Kebutuhan daging sapi terus meningkat seiring makin baiknya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk, dan meningkatnya daya beli masyarakat. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri yaitu dengan meningkatkan populasi, produksi, dan produktivitas sapi potong.
Perkembangan usaha sapi potong dalam bentuk penggemukan sapi (feedloot) didorong oleh permintaan daging yang terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Bentuk usaha ternak sapi potong ini bisa dilakukan secara perorangan maupun dalam bentuk perusahaan skala besar, namun ada juga yang mengusahakan penggemukan sapi ini secara berkelompok.
Indonesia sebagai negara kepulauan, tidak mempunyai areal yang luas untuk menggembalakan ternak, kecuali di NTT, NTB, dan beberapa wilayah lain di kawasan timur indonesia. Di samping itu, produksi biji – bijian masih sangat terbatas, bahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masih harus mengimpor dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu pengembangan ternak ruminansia di Indonesia harus memanfaatkan sumber serat, energi dan protein yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal yaitu limbah pertanian, perkebunan dan agroindustri. Limbah ini biasanya mengandung faktor anti nutrisi, atau kandungan serat yang tinggi, sehingga kurang baik untuk ternak.
Guna mencukupi kebutuhan nutrisi ternak sapi untuk pertumbuhan sesuai dengan kemampuan genetik, maka perlu dilengkapi dengan ransum yang memenuhi kebutuhan nutrien tersebut. Formulasi ransum dapat dilakukan menggunakan bahan – bahan pakan yang tersedia di lokasi seperti dedak padi kualitas rendah, jagung afkir, bungkil kelapa yang kurang layak untuk monogastrik, bungkil inti sawit, dan lain sebagainya.
Inovasi teknologi pakan murah berbasis sumberdaya lokal dan limbah pertanian, perkebunan dan agro industri perlu dilakukan dalam rangka menyediakan sumber bahan baku pakan bagi ternak ruminansia (sapi) secara berkelanjutan. Hal ini menjadi bahan dasar dalam penyusunan pakan komplit yang murah dan berkualitas sehingga terjangkau oleh masyarakat. Inovasi sistem integrasi tanaman-ternak melalui pendekatan zero waste perlu dilakukan untuk dapat mencapai usaha peternakan yang  mendekati zero cost. Usaha cow calf operation yang terintegrasi dengan usaha pembesaran atau penggemukan hanya dapat terus berkembang apabila biaya pakan dapat ditekan serendah mungkin, atau eksternal input diminimalkan (Dwiyanto et al, 20004).
Produksi jerami padi yang melimpah merupakan sumber pakan ternak ruminansia yang cukup menjanjikan. Namun, disebabkan oleh kandungan protein yang rendah serta tingginya silika dan lignin mengakibatkan rendahnya kecernaan pada ruminansia. Nilai nutrisi jerami padi dapat ditingkatkan dengan berbagai metode perlakuan. Meskipun demikian, berbagai metode perlakuan tersebut tampaknya tidak mampu memenuhi kebutuhan basal ternak sehingga tidak dapat digunakan sebagai pakan tunggal kecuali diberikan tambahan pakan dari sumber yang lain (Yanuartono, 2017).
Penggunaan jerami padi menggunakan bakteri selulolitik sebagai stok pakan dasar yang terkadang ditambahkan konsentrat berupa bekatul ditambah garam dan air dicomborkan. Perbaikan manajemen produksi dalam penggemukan sapi potong secara intensif dapat menggunakan bahan pakan limbah jerami padi difermentasi dahulu agar lebih berkualitas, bergizi dan palatabel untuk meningkatkan pertumbuhan yang berdampak pada pendapatan dan keuntungan peternak (Ali U, 2017).


Jerami padi hasil fermentasi dengan menggunakan probion berpeluang sebagai pakan pengganti rumput Gajah dan mampu mempertahankan konsumsi, kecernaan, pertambahan bobot hidup harian serta efisiensi penggunaan pakan sapi Simmental (Antonius, 2009).

Pengembangan pertanian melalui program intensifikasi pertanian untuk menjaga ketahanan pangan menyebabkan produksi pangan meningkat sekaligus produksi limbah tanaman pangan juga meningkat, hal ini membuat semakin meningkatnya ketersediaan hijauan makanan ternak. Program intesifikasi tanaman pangan ini tentunya sangat menguntungkan bagi penyediaan hijauan makanan ternak. Selain itu juga pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak akan mengurangi pencemaran lingkungan (Umela, 2016).

Pakan adalah kebutuhan mutlak yang harus selalu diperhatikan dalam pemeliharaan ternak ruminansia yaitu sapi, kerbau, kambing, dan domba. Namun ketersediaan pakan selalu menjadi kendala terutama di saat musim kemarau, pakan berupa hijauan segar sulit didapatkan, yang ada hanya sisa – sisa tanaman berupa jerami. Satu diantaranya adalah jerami jagung yang menjadi potensi besar sebagai sumber pakan, hanya saja kualitasnya rendah. Untuk meningkatkan kualitas dan manfaat jerami jagung maka diperlukan teknologi yang mudah dan sederhana yang dapat dilakukan petani. Oleh karena itu diperlukan perlakuan agar kualitasnya dapat ditingkatkan antara lain dengan teknologi amoniasi-molase. Amoniasi adalah cara perbaikan mutu pakan melalui pemberian urea sebagai NPN (Non protein nitrogen), sedangkan molase adalah hasil samping agroindustri dalam proses pembuatan gula (tetes tebu) yang bermanfaat sebagai sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh ternak (Bahar S, 2016).

Pada penelitian kecernaan jerami jagung manado kuning dan jerami jagung hibrida jaya 3 pada sapi PO di dapatkan bahwa konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering, kecernaan protein kasar dan kecernaan NDF jerami jagung manado kuning lebih tinggi dibanding dengan jerami jagung hibrida jaya 3 (Tuwaidan N.W.H, 2015).

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penggemukan sapi potong. Rumput raja  dan tebon jagung merupakan hijauan yang sering diberikan pada sapi potong. Pemberian rumput raja dalam ransum maksimal 50% dan pemberian tebon jagung  minimal 50% dapat memberikan performans yang baik pada sapi PO betina (Heryanto, 2016).
Kulit buah kakao mengandung senyawa polifenol dan flavanoid. Senyawa polifenol dan flavanoid ini memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa aktif yang diekstraksi dari kulit buah kakao baik dari buah yang masak maupun yang masih muda ditentukan aktivitas antioksidannya menggunakan metode DPPH. Aktivitas antioksidan kulit buah kakao masak yang tertinggi diperoleh dari fraksi etil asetat (A. Jusmiati, 2015).

Fermentasi merupakan salah satu teknologi unntuk meningkatkan nilai gizi pakan berserat tinggi. Fermentasi dapat menghidrolisis protein, lemak, sellulosa, lignin, dan polisakarida lain. Sehingga bahan yang akan difermentasi akan mempunyai daya cerna yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan total TDN. Manfaat fermentasi buah kakao adalah meningkatkan daya cerna, meningkatkan kadar protein, menurunkan kadar lignin, menekan efek buruk racun theobromine pada kulit buah kakao, dan meningkatkan nilai gizi pakan.  Untuk ternak sapi dan kambing pemberian fermentasi kulit buah kakao dapat diberikan sebanyak 0,7 – 1 % BB (Anas S., 2011).

Pemanfaatan pakan lokal dalam bentuk hijauan dan konsentrat yang diberikan pada sapi bali dara memberikan pengaruh pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang lebih baik dibandingkan dengan hanya diberi hijauan saja. Demikian juga dengan analisis ekonomi menunjukkan bahwa pemberian hijauan dan konsentrat memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan hanya diberi hijauan saja (Nurhayu, 2011).

Sapi potong pada kelompok tani ternak di pedesaan ditujukan untuk menghasilkan pedet dan bakalan (cow-calf operation) serta usaha penggemukan (fattening). Produktivitas sapi cow-calf operation menujukkan hasil sangat rendah dengan produktivitas pedet 6% pada kebuntingan kedua dan tingkat kematian pedet mencapai 25%. Hasil penggemukan sapi potong belum mencapai optimal yang diindikasikan kondisi BCS berkisar 3 sampai 6 dengan modus 4 (Peranakan Ongole dan Sumba Ongole) dan 5 (Persilangan Simental dan Charolois). Penerapan Good Farming Practice dengan perhatian khusus pada aspek pemilihan bibit dan penguatan pakan sangat direkomendasikan untuk meningkatkan produktivitas sapi potong pada kelompok tani ternak di pedesaan (Sodiq, 2012).

Produktivitas hijauan padang penggembalaan musim kemarau yang didominasi oleh rumput alang-alang. Perhitungan kapasitas tampung pada kecamatan Mata Usu masih under grazing dan Lantari Jaya dengan jumlah ternak yang digembalakan cenderung berlebihan (Over Grazing). Pola pemeliharaan yang tidak terkontrol sehingga berpengaruh langsung pada rendahnya produktivitas ternak, terlihat masih tingginya angka ternak terserang penyakit serta angka kematian anak dan dewasa masih tinggi. Pemberian pakan tambahan tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan ternak (Rauf, 2015).

Sebaik apapun inovasi teknologi yang diberikan, tanpa bimbingan yang berkesinambungan sampai petani peternak mempraktikan dan merasakan manfaat dari penerapan teknologi tersebut, maka penyuluhan yang dilakukan hanya akan sebatas teori saja. Percontohan budidaya rumput dilaksanakan di lahan kelompok peternak Desa Purwadadi Barat. Pembuatan Urea Molasses Blok belum dilaksanakan karena merupakan hal yang baru bagi peternak di Pasirbungur dan Purwadadi Barat, sehingga umumnya mereka belum berani untuk mencobanya sebelum melihat sendiri praktek dan keberhasilannya di peternak sekitar mereka. yang telah memfasilitasi dan mendanai kegiatan, serta aparat Desa Pasirbungur dan Purwadadi Barat yang telah membantu kelancaran kegiatan ini (Susilawati, 2014).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar