PENDAHULUAN
Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan hidup sehat. Daging sebagai salah satu bahan pangan hewani yang memiliki banyak macamnya seperti daging sapi, daging kambing, daging ayam, daging babi, dan sebagainya. Daging adalah semua produk hasil pemotongan hewan yang layak dimakan. Pasca konversi otot menjadi daging telah terjadi banyak perubahan dan perubahan inilah yang menyebabkan daging tersebut sangat mudah terganggu atau terkontaminansi mikrobia yang berdampak pada penurunan kualitas. Perubahan otot menjadi daging menghasilkan peningkatan panas. Peningkatan panas ini akan mendorong proses glikosis secara anaerob dan berdampak pada terjadinya kerusakan daging. Oleh karena itu, dewasa ini pasca pemotongan ternak atau pasca konversi otot menjadi daging diperlukan penanganan yang tepat sehingga kualitas daging tersebut tetap terjaga.
Kerusakan - kerusakan yang terjadi pada daging sapi tidak hanya menyebabkan bentuk dan rupa komoditas menjadi kurang menarik, tetapi juga memberikan kesempatan bagi organisme untuk masuk dan merusak daging. Kerusakan-kerusakan yang terjadi juga dapat menyebabkan kehilangan air dan bau busuk. Daging rusak karena memiliki kadar air yang tinggi dan aktivitas air tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan proses penanganan agar kerusakan mekanis tidak terjadi. Salah satu penanganan yang dapat dilakukan adalah pembekuan.
Pengawetan daging dengan suhu rendah khususnya metode pembekuan, merupakan upaya mempertahankan kualitas daging selama penyimpanan. Pembekuan daging biasanya dilakukan pada suhu dibawah titik beku air yakni suhu 00C (lawrie, 2003). Dampak dari pembekuan itu sendiri yakni daging menjadi terbebas dari pembusukan. Seperti diketahui bahwa daging sebagai produk hasil ternak yang bersifat hayati sehingga mudahnya komponen daging seperti protein daging mengalami denaturasi atau degradasi baik secara alami (autolisis) maupun oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri yang mengkontaminan. Kualitas daging beku pada akhirnya tentu salah satunya akan dipengaruhi oleh kondisi sebelum daging tersebut dibekukan. Penyimpanan yang dilakukan sebelum pembekuan tidak mampu diperbaiki oleh metode pembekuan itu sendiri. Karena prinsip pembekuan daging tidak memperbaiki kualitas akan tetapi mempertahankan kualitas asalnya. Oleh karena itu, jika terjadi penyimpanan sebelum dilakukan pembekuan maka dampaknya akan tetap terjadi.
Pembekuan adalah penyimpanan daging dalam keadaan beku. Suhu yang baik untuk pembekuan beku daging adalah -120C sampai -240C. Proses pembekuan mampu mengawetkan bahan dan produk pangan dengan umur simpan yang panjang dan mutu yang baik. Hal ini disebabkan suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba dan mencegah terjadinya reaksi – reaksi kimia.
Produk daging beku merupakan suatu alternatif pilihan pengawetan daging supaya tahan lama karena selain proses kerusakan daging dapat terhambat juga proses pembekuan tidak merubah daging ke bentuk olahan yang lain, sehingga ketersediaan daging segar dapat terjamin.
Lama pelayuan daging sebelum dibekukan, temperatur pembekuan dan bahan pengemas yang digunakan merupakan faktor – faktor yang perlu diperhatikan agar dapat dihasilkan daging beku yang berkualitas tinggi. Pada pelayuan daging terjadi denaturasi protein yang mengakibatkan aktivitas mikrobia sudah terhambat, sehingga kerusakan struktur daging dapat dikurangi seminimal mungkin dan akan menjamin kualitas daging beku yang dihasilkan.
Penyimpanan dingin dapat memperlambat reaksi oleh enzim. Pembekuan dapat menghentikan pertumbuhan mikroba. Untuk pertumbuhannya, mikroba mempunyai batas suhu minimal. Untuk pertumbuhannya artinya di bawah suhu tersebut mikroba tidak akan memperbanyak diri. Semakin sedikit jenis mikroba yang bisa tumbuh pada suhu yang makin rendah dan air dalam daging akan membentuk es sehingga tidak bisa digunakan oleh mikrobauntuk pertumbuhannya. Daging yang dibekukan hendaknya telah melalui proses aging sehingga tahap post rigor mortis telah terlewati. Jika proses rigor mortis belum terlewati, maka proses rigor mortis tetap aan berlangsung selama pembekuan – pengolahan, sehingga ada resiko terjadinya pengkerutan daging.
Prinsip pembekuan adalah bukan dimaksudkan untuk membunuh mikroba, tetapi hanya menghambat pertumbuhannya. Sehingga mutu hygiene daging beku sangat tergantung dari mutu awal daging segarnya dan kontaminasi yang terjadi saat penanganan dan pengolahannya. Parasit seperti cacing dan larvanya, umumnya selama pembekuan mengalami kematian. Aspek negatif keamanan pangan yang perlu diperhatikan adalah terbentuknya radikal bebas dan peroksida akibat oksidasi lemak. Produk daging beku mutu teknologinya berbeda dengan mutu daging segar baik menyangkut kemampuan ekstraksi protein, kemampuan emulsi, maupun kemampuan mengikat air sehingga mutu produk olahan daging yang dibuat dari daging segar dan daging beku sering berbeda jauh terutama menyangkut tekstur, kekenyalan, dan juiciness. Hal ini karena pada daging beku umumnya kandungan ATP sudah sangat sedikit, bahkan tidak ada.hal tersebut mengakibatkan struktur protein myofibrilnya menjadi tidak mengembang dan sulit larut. Oleh sebab itu, agar tidak terlalu jauh dengan mutu daging segar, pengolahan daging beku harus dibantu dengan bahan tambahan pangan seperti fosfat dan garam.
Umur simpan daging selama pembekuan sangat tergantung dari berbagai faktor diantaranya adalah jenis daging, ukuran daging, mutu bahan baku, teknik pembekuan, jenis dan cara pengemasan, suhu pembekuan, dan lain – lain. Daging dengan pembekuan lambat (suhu -180C) umumnya umurnya kurang dari 6 bulan, dengan pembekuan sedang ( suhu -180 sampai -240C) bisa sampai 1 tahun, dan bila dengan pembekuan cepat (< -300C) yang didukung pengemasan baik dapat mencapai 2 tahun.
Beberapa syarat untuk memperoleh hasil daging beku yang baik yaitu :
Daging berasal dari ternak yang sehat
Daging berasal dari pemotongan ternak dengan cara yang baik
Daging telah mengalami proses pelayuan
Daging dibungkus dengan bahan yang kedap udara
Temperatur pembekuan -180C atau lebih rendah lagi
Sedangkan kerusakan kimia dan fisik pada daging pada penyimpanan beku yaitu :
Kehilangan zat – zat gizi pada waktu daging beku dikembalikan ke bentuk asal
Perubahan warna daging dari merah menjadi gelap
Timbulnya bau tengik pada daging
Thawing sering kali menyebabkan perubahan atau penurunan mutu daging baik dari aspek mutu zat gizi, mutu sensori, mutu hygiene dan keamanan pangan, maupun mutu teknologi lebih signifikan dibandingkan perubahan mutu selama penyimpanan beku sendiri. kesalahan thawing dapat mengakibatkan kehilangan cairan daging yang terlalu banyak, sehingga rendemen turun, aroma dan rasa daging jauh berkurang, struktur serat daging rusak sehingga mengakibatkan penurunan mutu tekstur, penurunan mutu teknologi, dan daya emulsinya. Prinsip thawing yang benar adalah thawingdilakukan seperti saat pembekuannya. Daging atau produk pangan yang dibekukan dengan teknik lambat harus dilakukan thawing dengan teknik lambat, daging dibekukan cepat dapat dilakukan thawing dengan teknik cepat namun terbaiknya dilakukan dengan thawing teknik lambat.
PEMBAHASAN
karakteristik aneka daging ternak yang berbeda tidak menghambat terjadinya pembusukan daging tersebut. Seperti diketahui bahwa karakteristik daging sapi yakni daging sapi berwarna merah terang/ cerah, mengkilap , tidak pucat dan tidak kotor. Secara fisik daging elastis, sedikit kaku dan tidak lembek. Jika di pegang masih terasa basah dan tidak lengket di tangan. Dari segi aroma daging sapi sangat khas (gurih). Kandungan protein daging sapi sebesar 18,8 % dan lemak total 14 %. Sementara daging ayam memiliki warna putih keabuan dan cerah. Warna kulit ayam biasanya putih kekuningan dan bersih. Jika disentuh daging terasa lembab tidak lengket. Serat daging ayam halus, mudah dikunyah dan digiling, mudah dicerna, serta memiliki flavor lembut. Aroma daging ayam tidak menyengat, tidak berbau amis dan tidak busuk, Daging ayam mengandung protein 18,2 % dan lemak total 25 %. Daging domba dan kambing memiliki Ciri-ciri yang hampir sama dengan daging sapi. Namun demikian daging domba dan kambing memilki serat lebih kecil dibandingkan serat daging sapi, serta aroma daging kambing yang khas goaty (istilah bahasa jawa prengus). Daging domba dan kambing masing-masing mengandung protein 17,1 % dan 16,6 % dan lemak 14,8 % dan 9,2 %. Daging kelinci dengan karakteristik yakni tidak berbau, warnanya putih hampir sama dengan daging ayam, seratnya halus, kandungan nutrisi daging kelinci adalah rendah kolesterol sehingga baik dikonsumsi oleh penderita jantung, manula, dan obesitas, serta dipercaya dapat mengobati asma karena mengandung kitotefin serta asam lemak omega tiga dan omega sembilan. Daging kelinci mengandung protein antara 18,6 – 25,6 % dan kadar lemak 3,91 – 10,9 %. Kesemua karakteristik yang berbeda tersebut ternyata dapat mengalami pembusukan atau kerusakan. Karakteristik/Penampilan tidak bisa terhindar dari pembusukan jika tidak diawetkan.Lawrie (2003) menyebutkan bahwa daging memang merupakan media yang ideal bagi perkembangbiakan mikroorganisme (baik mikroorganisme perusak maupun pembusuk). Hal ini disebabkan kadar air daging yang sangat tinggi (68-75%), kaya akan zat yang mengandung nitrogen, mengandung sejumlah zat yang dapat difermentasikan, kaya akan mineral, dan mempunyai pH yang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme (5,3-6,5). Cepat atau lambatnya daging mengalami kerusakan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu daging, suhu lingkungan, kadar air, kelembapan, jumlah oksigen, tingkat pH, dan kandungan gizinya (Soeparno, 1998). Oleh karena itu, upaya mencegah terjadinya kerusakan daging tersebut dilakukan dengan pengawetan dan salah satunya dengan pengawetan suhu rendah atau pembekuan.
Penanganan daging sebelum dibekukan akan menentukan kualitas daging beku. Pelayuan daging dan pengemasan merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan pembekuan. Pada pelayuan daging terjadi denaturasi protein yang mengakibatkan keempukan daging meningkat, tetapi sebaliknya water holding capacity (WHC) daging menurun yang mengakibatkan susut masak (cooking lost) meningkat (Lawrie, 2003). Lama pelayuan daging sebelum dibekukan akan meningkatkan jumlah cairan daging segar (weep) dan cairan daging beku (drip) yang keluar pada saat pencairan kembali (thawing). Kondisi ini dapat berdampak pada penurunan kandungan nilai gizi dalam daging yang ikut terlarut dalam drip (Lawrie, 2003). Lama pelayuan daging berhubungan dengan selesainya proses rigormortis (proses kekakuan daging), dalam hal ini apabila proses rigormortis belum selesai dan daging terlanjur dibekukan maka akan menurunkan kualitas daging atau daging mengalami proses cold shortening (pengkerutan dingin) ataupun thaw rigor (kekakuan akibat pencairan daging beku) pada saat thawing sehingga akan dihasilkan daging yang tidak empuk/alot (Buckle et al., 1978). Penggunaan temperatur untuk pembekuan daging perlu dipertimbangkan pada temperatur cairan daging telah membeku semua disamping itu juga proses enzimatis, proteolitik, hidrolisis, oksidatif dan aktivitas mikrobia sudah terhambat sehingga kerusakan struktur daging dapat dikurangi seminimal mungkin dan akan menjamin kualitas daging beku yang dihasilkan.
Pembekuan merupakan metode yang sangat baik untuk pengawetan daging. Proses pembekuan tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap sifat kualitatif maupun organoleptik seperti warna dan flavor daging setelah pemasakan. Nilai nutrisi daging secara relatif tidak mengalami perubahan selama pembekuan dalam jangka waktu terbatas. Beberapa persyaratan untuk memperoleh daging beku yang baik adalah: (1) daging segar harus berasal dari daging yang sehat, (2) pengeluaran darah pada saat pemotongan harus sesempurna mungkin, (3) temperatur karkas atau daging harus secepatnya diturunkan pada temperatur dingin (daging segar sudah mengalami pendinginan), (4) periode pelayuan harus dibatasi, (5) karkas atau daging harus dibungkus dengan menggunakan material yang berkualitas baik, dan (6) temperatur pembekuan setidak-tidaknya -18 oC atau lebih rendah. Kualitas daging beku dipengaruhi oleh faktor seperti: (1) lama waktu daging di dalam penyimpanan dingin sebelum pembekuan, (2) laju pembekuan, (3) lama penyimpanan beku, (4) kondisi dalam penyimpanan beku, (5) tipe pakan ternak, (6) umur ternak, (7) pH daging, (8) kontaminasi dengan logam berat, dan (9) jumlah mikrobia awal (Soeparno 2005).
Produk daging beku merupakan suatu alternatif pilihan pengawetan daging supaya tahan lama, karena selain proses kerusakan daging dapat terhambat juga proses pembekuan tidak merubah daging ke bentuk olahan yang lain, sehingga ketersediaan daging segar dapat terjamin. Pembekuan daging adalah salah suatu cara dari pengawetan daging yaitu dengan membekukan daging di bawah titik beku cairan yang terdapat di dalam daging, titik beku daging pada temperatur -20 s/d -30C (Desrosier, 1969). Proses pembekuan daging dapat menghambat pertumbuhan mikrobia, proses proteolitik, proses hidrolisis, proses lipolitik dan sedikit proses oksidatif (Tranggono et al.,1990).
Penggunaan bahan pengemas dalam pembekuan daging dapat mencegah terjadinya gosong beku (Freezer burn) yang dapat menyebabkan perubahan flavor, warna, tekstur dan penampakan daging beku yang tidak menarik, selain itu pengemas dapat mengurangi terjadinya desikasi, dehidrasi dan oksidasi lemak, sehingga kualitas daging beku dapat dipertahankan (Urbain, 1971). Plastik polietilen (PE), plastik polipropilen (PP) dan aluminium foil dapat digunakan sebagai bahan pengemas (Harte, 1985).
Laju pembekuan cepat akan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan pembekuan lambat. Jika pembekuan tidak dilakukan dengan cepat, kristal es yang terbentuk akan membesar dan merusak dinding sel, sehingga apabila daging sapi dicairkan kembali untuk pengolahan selanjutnya, sel penyusun daging sapi akan rusak. Sedangkan laju pembekuan cepat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil, sehingga tidak merusak struktur sel yang dibekukan. Kristal es mulai terjadi diluar serabut otot (ekstraselular) karena tekanan osmotik ekstraselular lebih kecil daripada di dalam otot. Pembekuan kristal ekstraselular berlangsung terus, sehingga cairan ekstraselular yang tersisa dan belum membeku akan meningkat kekuatan fisiknya dan menarik air secara osmotik dari bagian dalam sel otot yang sangat dingin. Air ini membeku pada kristal es yang sudah terbentuk sebelumnya dan menyebabkan kristal es membesar. Kristal-kristal es yang membesar ini menyebabkan distorsi dan merusak serabut otot (Soeparno 2005).
Muchtadi (1997) menyatakan pembekuan cepat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara lambat karena kristal es yang terbentuk kecil-kecil sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit, pencegahan pertumbuhan mikroba yang berlangsung cepat dan kegiatan enzim juga cepat berhenti, serta bahan makanan yang dibekukan dengan cara cepat mempunyai mutu lebih baik daripada pembekuan lambat.
Tambunan et al. (2003) menyatakan bahwa pembekuan cepat adalah metode pengawetan bahan pangan yang mampu mempertahankan mutu dengan hasil terbaik. Keunggulan produk beku setelah pembekuan cepat adalah struktur kristal es yang kecil dan seragam, sehingga bila dicairkan (thawing) keadaannya masih mendekati sifat-sifat segarnya.
Menurut Diana C., Dinarsih E., dan Kardaya D. (2011) bahwa daging beku sebelum diolah biasanya dilakukan thawing (penyegaran kembali) terlebih dahulu. Teknologi yang berhubungan dengan thawing ini untuk menjadi lebih efektif banyak tersedia. Beberapa pendapat masyarakat mengatakan bahwa kualitas daging beku menyusut dibandingkan daging segar. Sedangkan menurut beberapa literartur menyebutkan bahwa kualitas daging selama pembekuan tidak berubah, tetapi akan terjadi perubahan kualitas daging pada saat thawing. Thawing dapat menyebabkan beberapa perubahan fisik dan kimia dan beberapa metode thawing yang dikenal masyarakat antara lain disimpan dalam refrigerator, disimpan dalam suhu kamar, direndam dalam air dingin (kran) dan direndam dalam air panas. Penelitian bertujuan untuk mengetahui metode thawing terbaik dan dampak yang ditimbulkan akibat berbagai cara thawing terhadap sifat fisik dan kimia daging sapi beku.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :Karakteristik aneka daging ternak yang berbeda tidak menghambat terjadinya pembusukan daging tersebut. Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada daging tidak hanya menyebabkan bentuk dan rupa komoditas menjadi kurang menarik, tetapi juga memberikan kesempatan bagi organisme untuk masuk dan merusak daging.
Pengawetan daging dengan suhu rendah khususnya metode pembekuan, merupakan upaya mempertahankan kualitas daging selama penyimpanan.
Prinsip pembekuan adalah bukan dimaksudkan untuk membunuh mikroba, tetapi hanya menghambat pertumbuhannya. Sehingga mutu hygiene daging beku sangat tergantung dari mutu awal daging segarnya dan kontaminasi yang terjadi saat penanganan dan pengolahannya.
Umur simpan daging selama pembekuan sangat tergantung dari berbagai faktor, diantaranya adalah jenis daging, ukuran daging, mutu bahan baku, teknik pembekuan, jenis dan cara pengemasan, suhu pembekuan, dan lain – lain.
Daging beku sebelum diolah biasanya dilakukan thawing (penyegaran kembali) terlebih dahulu.
Daftar Pustaka
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton, 1978. Food Science. Watson Ferguson dan Co. Brisbane, Australia.Candra Dewi, S.H. 2012. Populasi Mikroba dan Sifat Fisik Daging Sapi Beku selama Penyimpanan. Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 4, Mei 2012. ISSN : 2086 – 7719.
Diana C., Dihansih E., dan Kardaya D. 2011. Kualitas Fisik dan Kimiawi Daging Sapi Beku Pada Berbagai Metode Thawing. Jurnal Pertanian ISSN 2087 – 4936. Volume 2 Nomor 2, Oktober 2011.
Girsang A. R., 2010. Kajian Energi Pembekuan Daging Sapi Menggunakan Mesin Pembeku Tipe Lempeng Sentuh Dengan Suhu Pembekuan Berubah. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging edisi V. Terjemahan Aminuddin Parakasi, Jakarta : Universitas Indonesia.
Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sumerta M. I Nyoman. 2015. Teknologi Pembekuan Daging : Bentuk Selamat Dari Pembusukan. Denpasar : Universitas Udayana.
Ngindonesia.vet
15021001
Widati Sri A. 2008. Pengaruh Lama Pelayuan, Temperatur Pembekuan dan Bahan Pengemas Terhadap Kualitas Kimia Daging Sapi Beku. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2008, Hal 39 – 49 Vol. 3 No.2. ISSN : 1978 – 0303
Tidak ada komentar:
Posting Komentar