Senin, 28 Mei 2018

praktikum pembuatan yoghurt dan uji kualitas susu segar

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu merupakan makanan sumber protein hewani yang berasal dari sapi sedang laktasi. Susu mempunyai nilai gizi tinggi yang yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein,lemak, hidrat arang, vitamin, dan mineral. Protein susu mempunyaimnilai biologis tinggi karena mengandung asam amino essensial yang lengkap dan seimbang sehingga lebih mudah dicerna tubuh.
Nilai biologis susu yang tinggi menyebabkan susu mudah terserang mikroorganisme, sehingga susu mudah rusak dan tidak tahan lama disimpan dalam bentuk segar. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan pengolahan lanjutan untuk susu menjadi produk yang lebih tahan lama namun tidak merusak nilai gizi yang terkandung di dalamnya.
Yoghurt merupakan salah satu bentuk pengolahan lanjutan dari susu yang dapat meningkatkan daya simpan susu dan juga meningkatkan nilai gizi yang terkandung didalamnya. Yoghurt dibuat dengan memeram susu yang diinokulasikan menggunakan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai starter untuk inokulasi yoghurt adalah lactobacillus bulgarius dan streptococcus thermophilus.
Penggunaan bakteri asam laktat sebagai starter yoghurt menyebabkan yoghurt yang dihasilkan menjadi asam. Proses fermentasi selain memberi efek pengawetan juga merubah rasa susu menjadi asam juga merubah struktur dan cita rasa susu. Hal ini membuat produk fermentasi lebih menarik, mudah dicerna, dan bergizi. Penambahan bahan lain seperti ekstrak buah, kacang, dan flavour dapat dilakukan untuk menambah cita rasa yoghurt agar lebih menarik.

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum pembuatan yoghurt yaitu :
1. mahasiswa dapat mengetahui dan dapat membuat yoghurt.
2. mahasiswa dapat mengetahui bahan yang digunakan dalam pembuatan yoghurt.

Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari kegiatan praktikum ini adalah dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai pengolahan lanjutan untuk susu menjadi produk yang lebih tahan lama namun tidak merusak nilai gizi yang terkandung di dalamnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Yoghurt merupakan minuman berasal dari air susu yang telah mengalami proses fermentasi dengan menggunakan jasa mikroba (SNI, 1992). Proses fermentasi tersebut dapat mencegah pertumbuhan mikroba patogen dalam produk yang dihasilkannya, meningkatkan nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan asalnya dan dapat memecah laktosa susu menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga mudah dicerna, juga terjadi penambahan beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B12, dan provitamin A yang disintesis oleh mikroba pada proses fermentasi tersebut. Aktivitas enzim dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana enzim pada yoghurt dapat memecah lemak dan protein (andriani, 2008).

Yoghurt merupakan produk hasil fermentasi susu dengan menggunakan Streptococcus thermophilus dan lactobacillus bulgaricus sebagai starternya. Sebagai akibat dari inokulasi kedua starter tersebut dimungkinkan terjadinya degradasi laktosa dan produksi asam laktat yang berakibat pada penurunan pH dan terbentuknya gumpalan yoghurt. Degradasi laktosa menjadi glukosa dan galaktosa dengan sendirinya menurunkan potensi terjadinya intoleransi laktosa. Pada saat yang bersamaan, produksi asam laktat mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen penyebab berbagai penyakit terkait pangan. Saat ini, berbagai produk yoghurt dikembangkan dengan penambahan probiotik dan sering disebut bio – yoghurt (Indratiningsih, 2004).
Yoghurt dikenal memiliki peranan penting bagi kesehatan tubuh, di antaranya bermanfaat bagi penderita lactose intolerance yang merupakan gejala malabsorbsi laktosa yang banyak dialami oleh penduduk, khususnya anak-anak, di beberapa negara Asia dan Afrika. Yogurt juga mampu menurunkan kolesterol darah, menjaga kesehatan lambung dan mencegah kanker saluran pencernaan. Berbagai peranan tersebut terutama karena adanya bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi yogurt (Andayani, 2007).
Tipe yoghurt dapat dibagi menjadi beberapa kategori, umurnnya berdasarkan kandungan lemak, metode pembuatan dan flavor. Yoghurt berdasarkan kandungan lemaknya dibedakan dalam tiga kategori yaitu: 1) yoghurt yang mengandung minimum 3,25oh lemak susu:2) yoghurt yang mengandung lemak susu 1-3,25Yo; dan 3) yoghurt rendah lemak yaitu bila mengandung lemak susu kurang dari l% (Tamime, 1990). Berdasarkan metode pembuatannya. tipe yoghurt dibagi menjadi set yoghurt dan stined yoghurt.

Susu yang akan difermentasi dipanaskan terlebih dulu dan pemanasan ini sangat bervariasi, baik dalam penggunaan susu maupun lama pemanasannya. Tapi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menurunkan populasi mikroba dalam susu dan memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan biakan yoghurt. Selain itu, pemanasan susu sebelum dibuat yoghurt juga bertujuan untuk mengurangi airnya, sehingga akan diperoleh yoghurt yang lebih padat.



Menurut Dewipadma (1978) bahwa mula-mula susu dipanaskan pada api yang kecil sampai volumenya menjadi 2/3 atau 1/2 dari volume semula, kemudian didinginkan sampai suhu 45 °C dan selanjutnya diinokulasi starter sebanyak 2 - 5 persen . Lalu diinkubasikan pada suhu 45 0C selama 4 – 6 jam, sampai keasaman mencapai 0,7 – 1,0 persen asam laktat .
Secara tradisional, yoghurt dibuat dari susu yang dipanaskan pada suhu tinggi selama beberapa waktu untuk menguapkan sebagian kandungan airnya sampai 1/3 bagian dari volume asal, namun sekarang proses penguapan dapat dilakukan pada suhu rendah dalam keadaan vakum.

Menurut Argandhina P. (2014) bahwa mutu yoghurt dapat dinilai dari beberapa parameter yang diantaranya yaitu pH, kekentalan, cita rasa, dan kesukaan. Nilai pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki suatu larutan. Nilai pH dipengaruhi oleh pertumbuhan bakteri asam laktat dalam proses fermentasi asam laktat dalam proses fermentasi yoghurt.
Kekentalan susu merupakan kontribusi dari keberadaan kasein atau misein dan globula lemak yang terdapat pada susu tersebut, selain itu ikatan diantara protein dan lemak dapat memberikan pengaruh terhadap kekentalan, perubahan kasein susu yang mempunyai sifat hidrophilik yang sama dengan jenis protein lain menyebabkan kekentalan meningkat (Sunarlim et al., 2007). Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat meningkatkan cita rasa dan meningkatkan keasaman atau menurunkan pH nya (Winarno, 2007).

BAB III
MATERI DAN METODE
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a.gelas ukur k. Thermometer
b. tabung reaksi l. corong
c. kapas m. kompor
d. waterbath n. Beaker glass
 e. Laktodesimeter o. pengaduk
f. erlenmeyer p. panci
g. buret q. Labu ukur
h. panci r. Pipet tetes
i. pengaduk s. Rak tabung
j. toples
2. Bahan
a. Susu Segar 0,5 liter g. Susu skim 50 gr
b. alkohol 70% 5 ml h. Yoghurt plan 3 sendok
c. phenopthaline 10 tetes
d. NaOH
e. methylene blue
f. Air

B. Cara Kerja
1. Pembuatan Yoghurt
Memanaskan susu pada suhu 900C .
Menambahkan susu skim
Mendinginkan hingga suhu 450C
Menginokulasi dengan streptococcus thermophilus dan lactobacillus bulgaricus dengan perbandingan 1 : 1
Menuangkan dalam wadah / toples
Menginkubasi pada suhu 450C selama 4 – 6 jam atau pada suhu kamar selama 12 jam
yoghurt
2. Uji Kimia Susu
a. Uji Reduktase (MBRT)
Mengambil 10 ml Susu dan menambahkan 2 tetes methylene blue

Menghomogenkan

Menyimpan ke dalam waterbath selama 2 – 4 jam.
b. Uji Alkohol
Mengambil 5 ml susu dan manambahkan 5 ml alkohol

Menghomogenkan

Mengamati hasil
c. Uji Keasaman (Acidity Test)
Mengambil 9 ml susu dan menambahkan 10 tetes indikator PP (Phenopthaline)

Mentitrasi dengan NaOH hingga berwarna merah muda

3. Uji Fisik Susu
a. Uji BJ
Mengambil sampel susu 2/3 volume gelas ukur (60 ml)

Memasukkan alat laktodesimeter

Mengamati hasilnya
b. Uji Rebus
mengambil sampel 5 ml

merebus dalam air mendidih selama 5 menit

mengamati hasilnya

4. Uji Organoleptik
a. Warna, Bau, Rasa, dan Tekstur
menuangkan susu ke dalam gelas kimia lalu mengamati warna susu, melakukan penciuman susu
menuangkan susu ke tangan atau langsung ke mulut dan merasakan susu.
b. Kebersihan
mengambil susu 5 ml, 2 kali ulangan

menyaring susu diatas kapas

mengamati kebersihan pada kapas





BAB IV
HASIL dan Pembahasan
Uji Organoleptik Yoghrt :
Yoghurt Pabrik :
Warna : Putih susu
Tekstur : Kental
Rasa : Asam sepat dan sedikit manis
Bau : Aroma khas asam
Yoghurt hasil Praktikum :
Warna : Putih Kekuningan
Tekstur : Kental (Lebih encer)
Rasa : asam, gurih susu
Bau : Aroma Khas susu asam (seperti santan)
Hasil praktikum kelompok 2 :
Warna : putih kecoklatan
Tekstur : menggumpal/ kental
Rasa : asam, asin
Bau : keamisan
Hasil praktikum kelompok 3 :
Warna : putih kekuningan
Tekstur : cair, halus
Rasa : hambar, tawar, sedikit asam
Hasil praktikum kelompok 4 :
Warna : putih kekuningan
Tekstur : lebih encer dan lembut
Rasa : lebih asam
Bau : alkohol sangat menyengat
Hasil dari Praktikum uji kualitas susu
1. Uji Kimia
a. Uji Reduktase (MBRT)
b. Uji Alkohol
Hasil dari uji alkohol yang dilakukan yaitu tidak terjadi penggumpalan di dinding tabung reaksi atau hasil uji negatif.
c. Uji Keasaman
hasil dari uji keasaman yaitu :
Asam Laktat = V. NaOH x N (NaOH) x 90/1000 x 100%
V. Sampel
= 2,02 x 0,1 x 0,09   X 100%
9
= 0,202%
Starndar keasaman susu segar yaitu 0,18 – 0,24 %. Jadi keasaman susu masih normal.
2. Uji Fisik
a. Uji BJ
hasil dari uji BJ yaitu :
BJ = 1 + skala/1000 + [(T-27,5) x 0,0002]
= 1 + 24/1000 + [(27 – 27,5) x 0,0002]
= 1 + 0,024 – 0,0001
= 1,0239
BJ susu maksimal yaitu 1,027 – 1,035. Jadi BJ susu masih normal
b. Uji Rebus
Hasil dari uji rebus yang dilakukan yaitu susu tidak menggumpal, tidak pecah, dan encer. Jadi susu baik untuk dikonsumsi.
3. Uji Organoleptik
a. Uji Warna = putih kekuningan (warna susu)
Uji Bau = bau khas susu sapi
Uji Rasa = Gurih, Asin, Agak Manis
Uji Tekstur = cair
b. Uji Kebersihan
hasil dari uji kebersihan yang dilakukan yaitu pada kapas tidak terdapat kotoran dengan nilai 8.

PEMBAHASAN
Yoghurt merupakan produk hasil fermentasi susu dengan menggunakan Streptococcus thermophilus dan lactobacillus bulgaricus sebagai starternya. Sebagai akibat dari inokulasi kedua starter tersebut dimungkinkan terjadinya degradasi laktosa dan produksi asam laktat yang berakibat pada penurunan pH dan terbentuknya gumpalan yoghurt. Degradasi laktosa menjadi glukosa dan galaktosa dengan sendirinya menurunkan potensi terjadinya intoleransi laktosa. Pada saat yang bersamaan, produksi asam laktat mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen penyebab berbagai penyakit terkait pangan. Saat ini, berbagai produk yoghurt dikembangkan dengan penambahan probiotik dan sering disebut bio – yoghurt (Indratiningsih, 2004).
Pada saat memasukkan yoghurt plan suhu susu harus didinginkan terlebih dahulu dari suhu saat pemanasan susu yaitu 900C menjadi sekitar 450C – 550C. Hal ini sangat penting karena jika yoghurt plan dimasukkan pada saat suhu susu masih  tinggi  sekitar 900C, maka bakteri yang terkandung dalam yoghurt plan tersebut akan mati sehingga pembuatan yoghurt akan mengalami kegagalan.
Pemanasan bertujuan untuk mematikan semua mikroba patogen yang ada pada susu yang dapat menghambat bakteri starter. Disamping itu juga untuk menurunkan kandungan air pada susu sehingga akhirnya akan diperoleh yoghurt dengan konsistensi yang cukup padat.
Proses pendinginan bertujuan untuk memberi kan kondisi yang optimum bagi bakteri starter. Pendinginan dilakukan sampai suhu 450C - 550C. Setelah suhu tercapai, maka bakteri starter dapat ditambahkan.
Lactobacillus lebih berperan dalam pembentukan aroma, sedangkan stertococcus lebih berperan dalam pembentukan cita rasa. Komponen susu yang paling berperan dalam pembuatan yoghurt adalah laktosa dan kasein. Laktosa yang merupakan carbohydre susu digunakan sebagai sumber energi selama pertumbuhan biakan bakteri dan akan menghasilkan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi laktosa menyebabkan keasaman susu meningkat atau pH menurun, kasein merupakan komponen terbanyak dalam susu yang sangat peka terhadap asam. Dalam kondisi keasaman yang rendah maka kasein menjadi tidak stabil sehingga kasein akan terokaqulasi membentuk padatan yang disebut yoghurt. Pada umumnya yoghurt yang baik memiliki total asam laktat 0,85% - sampai 0,95 % atau derajat keasaman 4 – 4,5.
Dari hasil praktikum yang dilakukan didapatkan yoghurt berwarna putih kekuningan, tekstur kental, rasa asam, gurih susu, dan memiliki bau khas susu asam. Menurut Argandhina P. (2014) bahwa mutu yoghurt dapat dinilai dari beberapa parameter yang diantaranya yaitu pH, kekentalan, cita rasa, dan kesukaan. Yoghurt yang baik memiliki ciri – ciri yaitu berwarna kekuningan dan berbau asam. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat meningkatkan cita rasa dan meningkatkan keasaman atau menurunkan pH nya (Winarno, 2007).
Mutu susu dapat diidentifikasi dengan menggunakan berbagai metode uji seperti uji reduktase, uji alkohol, uji keasaman, uji berat jenis, uji rebus, uji warna, iju bau, uji rasa, uji tekstur, dan uji kebersihan.
Hasil uji reduktase yang dilakukan yaitu warna biru hilang dan menjadi warna putih. Menurut sudarwanto (2005) menyatakan bahwa beberapa jenis bakteri dapat melakukan fermentasi padda susu sehingga merubah laktosa menjadi asam laktat sehingga susu tersebut mengalami penggumpalan jika masih menyatu dan homogen maka susu tersebut baik dan layak untuk dikonsumsi.
Hasil dari uji alkohol yang dilakukan yaitu tidak terjadi penggumpalan di dinding tabung reaksi atau hasil uji negatif. Prinsip dasar pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat kolodial protein susu tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir – butir protein terutama kasein. Terdapat pada penambahan 5 ml alkohol 70% ke dalam susu segar setelah dihomogenkan tidak adanya gumpalan susu berarti negatif atau kualitas susu baik untuk dikonsumsi (Sudarwanto, 2005).
Derajat keasaman susu bernilai 0,202%, berarti susu dalam keadaan baik. Menurut SNI (1998) bahwa susu segar umumnya mempunyai derajat keasaman sekitar 0,18% sampai 0,24 %, penentuan derajat keasaman dapat dilakukan dengan menggunakan titrasi asam basa.
Dari hasil praktikum uji BJ yang dilakukan didapatkan BJ susu yaitu 1,0239. Menurut soeparno (2011) menyatakan bahwa variasi bobot spesifik susu yang baik yaitu berkisar antara 1, 027 sampai 1,035.
Dari uji rebus yang dilakukan yaitu susu tidak menggumpal, tidak pecah, dan encer. Sudarwanto (2005) menyatakan bahwa beberapa jenis bakteri dapat dilakukan fermentasi pada susu sehingga merubah laktosa menjadi asam laktat sehingga susu tersebut mengalami penggumpalan jika masih menyatu dan homogen maka susu tersebut baik dan layak untuk dikonsumsi.
Dari praktium yang dilakukan didapatkan bahwa warna susu yaitu putih kekuningan. Menurut maheswari (2004) bahwa warna susu yang normal adalah putih kekuningan. Warna putih disebabkan karena refleksi sinar matahari dengan adanya butiran – butiran lemak, protein, dan garam – garam di dalam susu. Warna kekuningan merupakan cerminan warna karoten dalam susu.
Hasil dari pengamatan dengan indra pembau didapatkan bau susu memiliki bau khas susu sapi. Menurut lukman (2009) bahwa susu segar yang normal mempunyai bau yang khas terutama karena adanya asam – asam lemak. Bau dapat mengalami perubahan dikarenakan adanya pertumbuhan mikroba dan bau dari sekeliling susu.
Dari hasil praktikum yang dilakukan yaitu susu berasa gurih, asin dan sedikit manis. Diyert (1997) menyatakan bahwa susu yang bagus dan layak dikonsumsi sedikit ada rasa manisnya selain untuk rasa juga dapat meningkatkan selera untuk minum susu.
Dari pengamatan yang dilakukan  bahwa susu dalam keadaan bersih karena tidak terdapat kotoran pada permukaan kapas. Soeparno (2011) menyataan bahwa susu dalam keadaan bersih yaitu susu yang apabila dilakukan penyaringan tidak terdapat kotoran.

KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Yoghurt merupakan produk hasil fermentasi susu dengan menggunakan Streptococcus thermophilus dan lactobacillus bulgaricus sebagai starternya.
2. Pada saat memasukkan yoghurt plan suhu susu harus didinginkan terlebih dahulu dari suhu saat pemanasan susu yaitu 900C menjadi sekitar 450C – 550C. Hal ini sangat penting karena jika yoghurt plan dimasukkan pada saat suhu susu masih  tinggi  sekitar 900C, maka bakteri yang terkandung dalam yoghurt plan tersebut akan mati sehingga pembuatan yoghurt akan mengalami kegagalan.
3. uji kualitas susu segar dapat dilakukan dengan uji secara kimia, uji fisik, dan uji organoleptik.
4. uji secara kimia terdiri dari uji reduktase (MBRT), uji alkohol, dan uji keasaman.
5. uji secara fisik meliputi uji berat jenis dan uji rebus.
6.  uji secara organoleptik meliputi uji warna, bau, rasa, tekstur, dan uji kebersihan.
B. Saran
Dalam kegiatan praktikum sebaiknya dilakukan secara hati – hati, fokus, dan sesuai dengan SOP yang berlaku. Karena kegagalan berawal dari ketidak hati – hatian.


Daftar pustaka
Andriani, Indrayati L., Tanuwiria U. H., Mayasari N. 2008.  Aktivitas Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium Terhadap Kualitas Yoghurt dan Penghambatannya pada Helicobacter pylori. Jurnal Bionatura, Vol. 10, No. 2, Juli 2008 : 129 – 140.

Dwipadma J. K. 1978. Pekerjaan Laboratorium Mikrobiologi Pangan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian IPB.
H. Maria. 2014. Pembuatan Yoghurt Menggunakan Starter Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus. Pembekalan Alumni 3 Desember 2014. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman.

Indratiningsih, Widodo, Oktavia S. S. I., dan W. Endang. 2004. Produksi Yoghurt Shitake (Yoshitake) Sebagai Pangan Kesehatan Berbasis Susu. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol XV, No. 1, Th. 2004.
S. K. Dian, dkk. 2016. Pembuatan dan Aktivitas Anti Bakteri Yoghurt Hasil Fermentasi Tiga Bakteri (Lactobacillus Bulgaricus, Streptococcus Thermophilus, Lactobacillus Acidophilus). Jurnal Al – Kimia, Vol. 4, No. 2.
 Lukman D. W,. Dkk. 2009. Pemerahan dan Penanganan. Bogor : FKH, IPB.
Maheswari RRA. 2004.

Minggu, 27 Mei 2018

penggemukan sapi potong menggunakan pakan lokal

PENGGEMUKAN SAPI POTONG MENGGUNAKAN PAKAN LOKAL
SEBAGAI TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI FEEDLOT

PENDAHULUAN

Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak strategis yang dapat mendukung stabilitas nasional. Pada tahun 2017, produksi daging nasional baru tercapai 354.770 ton sedangkan perkiraan kebutuhan mencapai 604.968 ton, sehingga untuk memenuhi kekurangannya 30 – 40 % harus dipenuhi dari impor baik dalam bentuk sapi bakalan maupun dalam bentuk daging. Pasokan impor daging diprediksikan semakin meningkat dan mencapai 70% pada tahun 2020. Peningkatan impor sapi potong dan daging merupakan indikasi peningkatan permintaan daging atau ketidaksanggupan pemenuhan kebutuhan yang harus disuplai dari sapi potong dalam negeri. Pemaksaan pemenuhan kebutuhan daging dari sapi lokal merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan pengurasan sapi potong lokal.
Pencapaian program kecukupan daging nasional pada tahun 2015 juga bergantung kepada ketersediaan sapi potong yang berkualitas. Dengan penyediaan bibit unggul diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sapi potong lokal. Sapi potong lokal sangat potensial dengan berbagai keunggulannya di daerah tropis.
Hasil – hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 70% produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan faktor genetik hanya mempengaruhi 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar yaitu sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi namun apabila pemberian tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai 60 – 80 % dari keseluruhan biaya produksi.
Dalam perjalanannya kondisi sapi potong lokal sekarang ini telah mengalami degradasi produksi dan banyak didapatkan dalam bentuk kecil. Penurunan diakibatkan oleh turunnya mutu genetik sapi potong lokal. Kesemuanya ini antara lain diakibatkan oleh pemotongan ternak yang memiliki kondisi baik yang digunakan seebagai standar pasar ternak sapi potong dan jumlah pemotongan induk/ betina produktif mencapai 40%. Genotip sapi potong lokal yang ada memiliki keragaman yang luas, sehingga cukup memiliki potensi genetik yang unggul dan siap untuk ditingkatkan potensi genetiknya secara maksimal untuk mendapatkan keturunan superior.
Potensi sumber daya usaha sapi potong di indonesia seperti pakan dan bangsa sapi lokal merupakan faktor yang penting sebagai sumber keunggulan komparatif usaha sapi potong. Berkenaan dengan pakan, pola pemeliharaan sistem gembala bebas atau gembala diikat walaupun lebih mengandalkan pakan hijauan, ternyata mampu memberikan keunggulan dalam ketersediaan pakan yang mudah. Hal tersebut tercermin dari nilai DHC usaha sapi potong sistem gembala yang kurang dari satu. Ketersediaan limbah pertanian sebagai asupan pakan juga merupakan sumber daya saing usaha sapi potong di indonesia.
Pakan adalah semua yang bisa dimakan oleh ternak dan tidak mengganggu kesehatannya. Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan kehidupan makhluk hidup. Pakan lokal adalah setiap bahan baku yang merupakan sumber daya lokal yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pakan secara efisien oleh ternak, baik sebagai suplemen, komponen konsentrat atau pakan dasar. Pakan alami adalah pakan yang berasal dari alam, sedangkan pakan buatan adalah pakan yang disiapkan oleh manusia dengan bahan dan komposisi tertentu yang sengaja disiapkan oleh manusia.
Efisiensi usaha pembesaran pejantan sangat dipengaruhi oleh faktor sapi bakalan dan tata laksana pemeliharaan terutama pakan. Bagi usaha pembesaran pejantan komersial seperti halnya feedlot atau usaha yang dilaksanakan secara intensif maka kualitas pakan diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan tingat pertumbuhan (PBBH) yang optimal. Pakan lokal untuk ternak ruminansia di indonesia masih didominasi oleh limbah pertanian. Secara umum, limbah pertanian mempunyai kualitas yang rendah (rendah kandungan protein, energi, vitamin, dan mineral) sebaliknya mengandung serat kasar yang tinggi sehingga salah satu cara mengoptimalkan pemanfaatannya adalah dengan meningkatkan kapasitas saluran pencernaan yang meliputi rekayasa komposisi mikroorganisme dan serta optimalisasi fungsi saluran pencernaan ( Nur A. Yenny, 2004)..
Silase dan daun pelepah sawit bisa mensubtitusi sebagian penggunaan hijauan rumput dalam pemeliharaan sapi simental. Meskipun tingkat palatabilitas silase pelepah dan daun sawit lebih rendah dibandingkan hijauan rumput namun tidak mempengaruhi tingkat pertumbuhan ternak. Perlu meningkatkan palatabilitas silase pelepah dan daun sawit sehingga pemanfaatannya sebagai sumber pakan dasar bisa meningkat. Hal ini bermanfaat untuk menghadapi kekurangan produksi hijauan rumput alam dalam pemeliharaan sapi simental (A.D. Ratna, 2013).



PEMBAHASAN

Kebutuhan daging sapi terus meningkat seiring makin baiknya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk, dan meningkatnya daya beli masyarakat. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri yaitu dengan meningkatkan populasi, produksi, dan produktivitas sapi potong.
Perkembangan usaha sapi potong dalam bentuk penggemukan sapi (feedloot) didorong oleh permintaan daging yang terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Bentuk usaha ternak sapi potong ini bisa dilakukan secara perorangan maupun dalam bentuk perusahaan skala besar, namun ada juga yang mengusahakan penggemukan sapi ini secara berkelompok.
Indonesia sebagai negara kepulauan, tidak mempunyai areal yang luas untuk menggembalakan ternak, kecuali di NTT, NTB, dan beberapa wilayah lain di kawasan timur indonesia. Di samping itu, produksi biji – bijian masih sangat terbatas, bahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masih harus mengimpor dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu pengembangan ternak ruminansia di Indonesia harus memanfaatkan sumber serat, energi dan protein yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal yaitu limbah pertanian, perkebunan dan agroindustri. Limbah ini biasanya mengandung faktor anti nutrisi, atau kandungan serat yang tinggi, sehingga kurang baik untuk ternak.
Guna mencukupi kebutuhan nutrisi ternak sapi untuk pertumbuhan sesuai dengan kemampuan genetik, maka perlu dilengkapi dengan ransum yang memenuhi kebutuhan nutrien tersebut. Formulasi ransum dapat dilakukan menggunakan bahan – bahan pakan yang tersedia di lokasi seperti dedak padi kualitas rendah, jagung afkir, bungkil kelapa yang kurang layak untuk monogastrik, bungkil inti sawit, dan lain sebagainya.
Inovasi teknologi pakan murah berbasis sumberdaya lokal dan limbah pertanian, perkebunan dan agro industri perlu dilakukan dalam rangka menyediakan sumber bahan baku pakan bagi ternak ruminansia (sapi) secara berkelanjutan. Hal ini menjadi bahan dasar dalam penyusunan pakan komplit yang murah dan berkualitas sehingga terjangkau oleh masyarakat. Inovasi sistem integrasi tanaman-ternak melalui pendekatan zero waste perlu dilakukan untuk dapat mencapai usaha peternakan yang  mendekati zero cost. Usaha cow calf operation yang terintegrasi dengan usaha pembesaran atau penggemukan hanya dapat terus berkembang apabila biaya pakan dapat ditekan serendah mungkin, atau eksternal input diminimalkan (Dwiyanto et al, 20004).
Produksi jerami padi yang melimpah merupakan sumber pakan ternak ruminansia yang cukup menjanjikan. Namun, disebabkan oleh kandungan protein yang rendah serta tingginya silika dan lignin mengakibatkan rendahnya kecernaan pada ruminansia. Nilai nutrisi jerami padi dapat ditingkatkan dengan berbagai metode perlakuan. Meskipun demikian, berbagai metode perlakuan tersebut tampaknya tidak mampu memenuhi kebutuhan basal ternak sehingga tidak dapat digunakan sebagai pakan tunggal kecuali diberikan tambahan pakan dari sumber yang lain (Yanuartono, 2017).
Penggunaan jerami padi menggunakan bakteri selulolitik sebagai stok pakan dasar yang terkadang ditambahkan konsentrat berupa bekatul ditambah garam dan air dicomborkan. Perbaikan manajemen produksi dalam penggemukan sapi potong secara intensif dapat menggunakan bahan pakan limbah jerami padi difermentasi dahulu agar lebih berkualitas, bergizi dan palatabel untuk meningkatkan pertumbuhan yang berdampak pada pendapatan dan keuntungan peternak (Ali U, 2017).


Jerami padi hasil fermentasi dengan menggunakan probion berpeluang sebagai pakan pengganti rumput Gajah dan mampu mempertahankan konsumsi, kecernaan, pertambahan bobot hidup harian serta efisiensi penggunaan pakan sapi Simmental (Antonius, 2009).

Pengembangan pertanian melalui program intensifikasi pertanian untuk menjaga ketahanan pangan menyebabkan produksi pangan meningkat sekaligus produksi limbah tanaman pangan juga meningkat, hal ini membuat semakin meningkatnya ketersediaan hijauan makanan ternak. Program intesifikasi tanaman pangan ini tentunya sangat menguntungkan bagi penyediaan hijauan makanan ternak. Selain itu juga pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak akan mengurangi pencemaran lingkungan (Umela, 2016).

Pakan adalah kebutuhan mutlak yang harus selalu diperhatikan dalam pemeliharaan ternak ruminansia yaitu sapi, kerbau, kambing, dan domba. Namun ketersediaan pakan selalu menjadi kendala terutama di saat musim kemarau, pakan berupa hijauan segar sulit didapatkan, yang ada hanya sisa – sisa tanaman berupa jerami. Satu diantaranya adalah jerami jagung yang menjadi potensi besar sebagai sumber pakan, hanya saja kualitasnya rendah. Untuk meningkatkan kualitas dan manfaat jerami jagung maka diperlukan teknologi yang mudah dan sederhana yang dapat dilakukan petani. Oleh karena itu diperlukan perlakuan agar kualitasnya dapat ditingkatkan antara lain dengan teknologi amoniasi-molase. Amoniasi adalah cara perbaikan mutu pakan melalui pemberian urea sebagai NPN (Non protein nitrogen), sedangkan molase adalah hasil samping agroindustri dalam proses pembuatan gula (tetes tebu) yang bermanfaat sebagai sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh ternak (Bahar S, 2016).

Pada penelitian kecernaan jerami jagung manado kuning dan jerami jagung hibrida jaya 3 pada sapi PO di dapatkan bahwa konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering, kecernaan protein kasar dan kecernaan NDF jerami jagung manado kuning lebih tinggi dibanding dengan jerami jagung hibrida jaya 3 (Tuwaidan N.W.H, 2015).

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penggemukan sapi potong. Rumput raja  dan tebon jagung merupakan hijauan yang sering diberikan pada sapi potong. Pemberian rumput raja dalam ransum maksimal 50% dan pemberian tebon jagung  minimal 50% dapat memberikan performans yang baik pada sapi PO betina (Heryanto, 2016).
Kulit buah kakao mengandung senyawa polifenol dan flavanoid. Senyawa polifenol dan flavanoid ini memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa aktif yang diekstraksi dari kulit buah kakao baik dari buah yang masak maupun yang masih muda ditentukan aktivitas antioksidannya menggunakan metode DPPH. Aktivitas antioksidan kulit buah kakao masak yang tertinggi diperoleh dari fraksi etil asetat (A. Jusmiati, 2015).

Fermentasi merupakan salah satu teknologi unntuk meningkatkan nilai gizi pakan berserat tinggi. Fermentasi dapat menghidrolisis protein, lemak, sellulosa, lignin, dan polisakarida lain. Sehingga bahan yang akan difermentasi akan mempunyai daya cerna yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan total TDN. Manfaat fermentasi buah kakao adalah meningkatkan daya cerna, meningkatkan kadar protein, menurunkan kadar lignin, menekan efek buruk racun theobromine pada kulit buah kakao, dan meningkatkan nilai gizi pakan.  Untuk ternak sapi dan kambing pemberian fermentasi kulit buah kakao dapat diberikan sebanyak 0,7 – 1 % BB (Anas S., 2011).

Pemanfaatan pakan lokal dalam bentuk hijauan dan konsentrat yang diberikan pada sapi bali dara memberikan pengaruh pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang lebih baik dibandingkan dengan hanya diberi hijauan saja. Demikian juga dengan analisis ekonomi menunjukkan bahwa pemberian hijauan dan konsentrat memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan hanya diberi hijauan saja (Nurhayu, 2011).

Sapi potong pada kelompok tani ternak di pedesaan ditujukan untuk menghasilkan pedet dan bakalan (cow-calf operation) serta usaha penggemukan (fattening). Produktivitas sapi cow-calf operation menujukkan hasil sangat rendah dengan produktivitas pedet 6% pada kebuntingan kedua dan tingkat kematian pedet mencapai 25%. Hasil penggemukan sapi potong belum mencapai optimal yang diindikasikan kondisi BCS berkisar 3 sampai 6 dengan modus 4 (Peranakan Ongole dan Sumba Ongole) dan 5 (Persilangan Simental dan Charolois). Penerapan Good Farming Practice dengan perhatian khusus pada aspek pemilihan bibit dan penguatan pakan sangat direkomendasikan untuk meningkatkan produktivitas sapi potong pada kelompok tani ternak di pedesaan (Sodiq, 2012).

Produktivitas hijauan padang penggembalaan musim kemarau yang didominasi oleh rumput alang-alang. Perhitungan kapasitas tampung pada kecamatan Mata Usu masih under grazing dan Lantari Jaya dengan jumlah ternak yang digembalakan cenderung berlebihan (Over Grazing). Pola pemeliharaan yang tidak terkontrol sehingga berpengaruh langsung pada rendahnya produktivitas ternak, terlihat masih tingginya angka ternak terserang penyakit serta angka kematian anak dan dewasa masih tinggi. Pemberian pakan tambahan tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan ternak (Rauf, 2015).

Sebaik apapun inovasi teknologi yang diberikan, tanpa bimbingan yang berkesinambungan sampai petani peternak mempraktikan dan merasakan manfaat dari penerapan teknologi tersebut, maka penyuluhan yang dilakukan hanya akan sebatas teori saja. Percontohan budidaya rumput dilaksanakan di lahan kelompok peternak Desa Purwadadi Barat. Pembuatan Urea Molasses Blok belum dilaksanakan karena merupakan hal yang baru bagi peternak di Pasirbungur dan Purwadadi Barat, sehingga umumnya mereka belum berani untuk mencobanya sebelum melihat sendiri praktek dan keberhasilannya di peternak sekitar mereka. yang telah memfasilitasi dan mendanai kegiatan, serta aparat Desa Pasirbungur dan Purwadadi Barat yang telah membantu kelancaran kegiatan ini (Susilawati, 2014).


kolostrum atau susu jolong

Kolostrum (dari bahasa latin colostrum) atau jolong adalah susu yang dihasilkan oleh kelenjar susu dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa hari setelah kelahiran bayi. Kolostrum manusia dan sapi warnanya kekuningan dan kental. Kolostrum penting bagi bayi mamalia (termasuk manusia) karena mengandung banyak gizi dan zat-zat pertahanan tubuh.
Kolostrum (IgG) mengandung banyak karbohidrat, protein, dan antibodi, dan sedikit lemak (yang sulit dicerna bayi). Bayi memiliki sistem yang belum sempurna, dan kolostrum memberinya nutrisi dalam konsentrasi tinggi di seiap tetesnya. Kolostrum juga mengandung zat yang mempermudah bayi buang air besar pertama kali, yang disebut meconium. Karakter kolostrum ini sangat bermanfaat unntuk membersihkan tubuh bayi dari bilirubin, yaitu sel darah merah yang mati yang diproduksi ketika kelahiran.
Kolostrum adalah cairan pra-susu yang dihasilkan oleh induk mamalia dalam 0-48 jam pertama setelah melahirkan (pasca-persalinan). Kolostrum mensuplai berbagai faktor kekebalan (faktor imun) dan faktor pertumbuhan pendukung kehidupan dengan kombinasi zat gizi (nutrien) yang sempurna untuk menjamin kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan kesehatan bagi bayi yang baru lahir. Namun karena kolostrum manusia tidak selalu ada, maka kita harus bergantung pada sumber lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolostrum sapi (bovine colostrum) sangat mirip dengan kolostrum manusia dan merupakan suatu alternatif yang aman. Bahkan ada laporan yang menyatakan bahwa kolostrum sapi empat ratus kali lebih kaya akan faktor imun daripada kolostrum manusia.
Ada lebih dari 90 bahan bioaktif alami dalam kolostrum. Komponen utamanya dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor imun dan faktor pertumbuhan. Kolostrum juga mengandung berbagai jenis vitamin, mineral, dan asam amino yang seimbang. Semua unsur ini bekerja secara sinergis dalam memulihkan dan menjaga kesehatan tubuh.
Faktor Imunitas Tubuh
Adanya berbagai penyakit degeneratif (keturunan) dan infeksi yang menyerang manusia adalah disebabkan oleh lemahnya sistem imunitas tubuh. Penelitian secara medis menunjukkan bahwa kolostrum : * Mempunyai faktor imunitas yang kuat (Immunoglobulin, Lactoferin, Lactalbumin, Glycoprotein, Cytokines dll) yang membantu melawan virus, bakteri, jamur, alergi dan toksin. * Membantu mengatasi berbagai masalah usus, auto imunitas, arthritis, alergi HIV. * Membantu menyeimbangkan kadar gula dalam darah dan sangat bermanfaat bagi penderita diabetes. * Kaya akan kandungan TgF-B yang mendukung terapi penderita kanker, pembentukkan tulang dan mencegah penyakit herpes. Mengandung Immunoglobulin yang telah terbukti dapat berfungsi sebagai anti virus, anti bakteri, anti jamur dan anti toksin. == Faktor Pertumbuhan == Kolostrum mengandung faktor pertumbuhan alami yang berfungsi untuk : * Meningkatkan sistem metabolisme tubuh. * Memperbaiki sistem DNA & RNA tubuh. * Mengaktifkan sel

Faktor Nutrisi
Kalsium, Protein, Vitamin, Tenaga, Lain – lain
Beberapa manfaat utama Kolostrum adalah :
meningkatkan rasa bugar secara keseluruhan
mengurangi lemak tubuh tanpa diet
menguatkan tonus dan tekstur kulit
meningkatkan daya ingat
menghilangkan kerutan
meningkatkan pertumbuhan rambut pada pria
tingkat energi lebih tinggi
meningkatkan kekuatan dan jumlah otot
meningkatkan suasana hati (mood)
meningkatkan fleksibilitas punggung
meningkatkan toleransi dan ketahanan latihan
kapasitas pemulihan lebih cepat dan pemulihan kembali dari cedera lama
memperbaiki fungsi imun sehingga meningkatkan perlindungan terhadap penyakit terkait dengan kekebalan tubuh.

Rabu, 02 Mei 2018

kolibasilosis

Kolibasilosis

Kolibasilosis merupakan kelompok penyakit pada unggas yang disebabkan sejumlah serotype Escherischia coli yang bersifat pathogen dan mampu menyerang ayam pada semua umur. Infeksi E.coli dapat berbentuk kematian embrio pada telur tetas, infeksi yolk sac, omfalitis, kolisepticemia, air sacculitis, enteritis, infeksi saluran reproduksi, arthriid, panoptalmitis dan bursitis sternalis. Colibacillosis adalah penyakit pada hewan, terutama yang berumur muda yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli (E.coli). E.coli pertama diisolasi oleh Escheric pada tahun 1885 dan feses manusia pada anak muda. Penyebaran bakteri ini sangat luas, lazim ditemukan dalam usus (terutama usus bagian bawah) baik pada hewan maupun manusia. Bakteri sering dihubungkan dengan berbagai kejadian seperti infeksi pusar, infeksi persendian, mastitis, pylonephritis, cervicitis dan metritis pada sapi serta pada babi dikenal penyakit "gut oedema". Penyakit ini, berkembang cepat dengan derajat kematian tinggi pada semua spesies. Derajat kematian pada anak sapi dapat mencapai 25 – 30 %, pada anak kuda dan anak babi mencapai 25 %.  Kejadian penyakit Kuman E.coli merupakan penghuni normal dalam saluran pencernaan ayam sehingga adanya bakteri tersebut dalam air minum merupakan suatu petunjuk pencemaran oleh feses. Banyak ditemukan di usus terutama pada usus halus bagian tengah (jejunum), bagian bawah (ileum) dan sekum. Kuman tersebut juga dapat ditemukan pada oesophagus dan trachea. Faktor pendukung timbulnya kolibasilosis meliputi sanitasi, desinfeksi sub optimal, sumber air minum yang tercemar oleh bakteri, system perkandangan dan peralatan yang kurang memadai, dan adanya penyakit immunosupresif (terutama Gumboro).

 Etiologi Kolibasilosis disebabkan oleh bakteri Escherischia coli yang tergolong Gram negative, tidak tahan asam, tercat uniform, merupakan basilus yang tidak membentuk spora dan memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi. E.coli bersifat motil karena memiliki flagella. E.coli disebut juga “ opportune pathogens” karena penyakit yang ditimbulkannya biasanya bersifat sekunder mengikuti stress atau penyakit lain, misalnya Gumboro. Bakteri ini tumbuh pada temperature 38-44 C atau lebih rendah. Bakteri E.coli yang bersifat pathogen memiliki struktur dinding sel yang disebut pili. Faktor virulensi bakteri ini dipengaruhi oleh ketahanan terhadap fagositosis, kemampuan perlekatan pada epitel saluran pernafasan, dan ketahanan terhadap daya bunuh serum. Serotipe yang paling sering menyebabkan penyakit pada unggas antara lain 01,02,035, dan 078.

 Cara penularan Infeksi E.coli dapat menyerang ayam muda maupun ayam dewasa. Penyakit ini biasanya ditemukan pada lingkungan yang kotor dan berdebu atau pada kelompok ayam yang terserang penyakit immunosupresif atau stres lingkungan. Bakteri ini dapat ditemukan pada litter, kotoran ayam, debu/kotoran dalam kandang dan lingkungan, pakan dan air minum. Penularan dapat secara kontak langsung antara ayam yang sakit dengan ayam yang sensitive. Penularan secara tidak langsung dapat terjadi melalui kontak antara ayam yang sensitive dengan bahan-bahan tercemar oleh leleran tubuh atau feses penderita kolibasilosis. Penularan biasanya terjadi secara oral melalui pakan, minuman atau debu yang tercemar oleh E.coli. Debu atau kotoran yang telah terkontaminasi E.coli dapat terhirup melalui saluran pernafasan dan mungkin akan terjadi infeksi pada saluran tersebut.

Gejala Klinis pada anak sapi, dikenal 3 (tiga) bentuk colibacillosis pada anak sapi yang masing-masing dapat berdiri sendiri atau bersama-sama, sebagai berikut : (1) Enteric-toxaemic colibacillosis. Anak sapi yang terserang dapat kolaps dan akhirnya mengalami kematian dalam waktu 2-6 jam. Gejala Klinis yang menonjol adalah koma, suhu normal, selaput lendir pucat, sekitar mulut basah, denyut jantung tak teratur dan lambat, disertai gerakan konvulasi ringan, tidak disertai diare; (2) Septicaemic colibacillosis. Sering dijumpai pada anak hewan berumur sampai 4 hari. Penyakit ini bersifat akut, kematian dapat terjadi dalam 24-96 jam tanpa gejala-gejala klinis yang jelas. Bila terdapat tanda-tanda klinis, hewan akan menjadi lemah dan depresi, tidak nafsu makan, suhu tubuh dan denyut jantung yang semula naik dengan cepat menurun hingga subnormal berbarengan dengan adanya diare. Gejala lain yang mungkin dilihat antara lain lumpuh, sendi bengkak dan sakit, miningitis diikuti dengan panophthalmitis; (3) Enteric colibacillosis. Paling sering dijumpai pada anak sapi umur seminggu sampai 3 minggu. Feses encer atau serupa pasta, berwarna putih sampai kuning dan mengandung noda darah. Feses berbau tengik serta mengotori sekitar anus dan ekornya. Denyut nadi dan suhu tubuh naik mencapai 40,5°C. Penderitaan terlihat apatis, lemah, berhenti minum dan secara cepat mengalami dehidrasi. Pada palpasi perut ditemukan reaksi nyeri. Tanpa pengobatan, hewan dapat mati dalam waktu 3-5 hari.
Pada kejadian colibacillosis jangan lupa untuk memperhatikan terhadap kemungkinan peradangan pusar dan jaringan sekitarnya. Gejala Klinis pada anak Domba. Manifestasi penyakit pada anak domba hampir selalu sama dalam bentuk septisemik yang perakut, walaupun beberapa menunjukkan bentuk enterik yang kronik. Dua kelompok umur yang rentan terhadap penyakit yaitu anak domba umur 1-2 hari dan umur 3-8 minggu. Kejadian perakut ditandai dengan kematian mendadak tanpa gejala klinis. Kejadian akut ditandai dengan jalan kaku pada awalnya, kemudian hewan rebah. Terdapat hyperaestesia dan konklusi tetanik. Kejadian kronik ditandai dengan arthritis. Gejala Klinis pada anak Babi. Gejala yang terlihat berupa depresi, anoreksia, demam yang berlangsung beberapa hari dan diare. Selain itu ditemukan kulit sedikit kebiruan. Babi terserang biasanya dalam kondisi bagus dengan mendapat ransum yang terdiri dari biji-bijian. Perubahan mendadak baik dalam pemberian pakan atau pengelolaannya, mengundang timbulnya penyakit ini.

Pengobatan. Untuk pengobatan colibacillosis, bermacam-macam antibiotik diketahui memberikan hasil baik terhadap kejadian colibacillosis, diantaranya tetracycline, neomycin dan streptomycin. Kebiasaan memberikan antibitik kepada anak ternak sering menimbulkan resistensi. Pemberian antibiotik pada ternak potong dihentikan sekurang-kurangnya 7 hari sebelum dipotong. Selain pemberian antibiotik atau sulfonamide, obat-obatan penunjang lainnya, sebaiknya diberikan juga infus dengan NaCl fisiologis. Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan. Dalam hal ini, hindari keadaan penuh sesak di kandang, usaha ternak terbagi dalam kelompok kecil dan terdiri dari umur yang sama. Pengendalian colibacillosis pada anak ternak adalah dengan manajemen kandang dan hygiene yang baik. Lantai kandang terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan. Disinfektan kandang dilakukan setiap ada pergantian kelompok ternak. Tempat pakan dan air minum diletakkan sedemikian rupa sehingga terhindar dari pencemaran feses. Untuk anak sapi yang baru lahir harus segera mendapatkan kolustrum. Tempat pakan dan minum segera disucihamakan setiap habis dipakai. Pemberian pakan atau minum pada anak-anak sapi oleh pekerja hendaknya dilakukan dari luar kandang untuk mencegah kemungkinan infeksi melalui sepatu, pakaian ataupun peralatan kandang lainnya. Sedangkan ternak baru harus dilakukan tindakan karantina dan lebih baik lagi disertai pengobatan profilaktik pada saat kedatangan. Sebaiknya dihindari pembelian ternak baru umur muda. Bagi peternakan yang sering mengalami kejadian colibacillosis dapat dianjurkan untuk melakukan vaksinasi pada induk 2-4 minggu menjelang partus (dengan vaksin autagenous) yang bertujuan untuk mengurangi jumlah kematian yang biasanya tinggi dan mendadak.

omfalophlebitis atau omphalitis atau radang pusar

OMFALOPHLEBITIS (RADANG PUSAR)

Radang pusar ini biasa terjadi pada anak sapi, tapi tidak menutup kemungkinan juga akan terjadi pada sapi yang sudah dewasa baik jantan maupun betina. penyebab utama penyakit ini, karena terjadi infeksi pada pusar anak sapi terutama saat dilahirkan.. ini disebabkan kekurang sterilan alat pemotong pusar.  CIRI: terjadi pembengkakan pada pusar sapi  jika diraba bagian yang bengkak, sapi akan merasa kesakitan  sapi kurus, hal ini karena kurangnya nafsu makan sapi akibat demam   PENANGANAN: beri antibiotik (injek IM)  tusuk bagian pusar yang membengkak sehingga kandungan nanah dapat dikeluarkan  kompres pusar dengan disinfektan atau rivanol   pada ungags
Ada yang menyebutnya dengan nama Yolk Sac Infection infeksi kantung kuning telur. Penyebab timbulnya penyakit ini karena terlambatnya kantung kuning telur terabsorsi dalam tubuh, sehingga saat menetas kantung telur masih di luar tubuh. Apabila sampai pecah maka merupakan media yang sangat cocok untuk tumbuh kembang bakteri Coli, Staphylococcus, Pseudomonas, Proteus spp, hingga menyebabkan omphalitis akut, kematiaan hingga hari ke 10 setelah menetas.  Penyebab utama omphalitis adalah sebab mesin tetas. Mesin tetas yang jorok, tidak bersih dan lembab menjadi tempat tumbuhnya bakteri negatif, kasarannya mesin tetas kemproh. Atau kondisi suhu di bawah standart dan kelembaban terlalu tinggi, maka saat anak ayam menentas sebelum kantung kuning telur masuk dalam tubuh, karena mesin tetas terlalu lembab, dalam waktu sempit ini terinfeksi oleh bakteri negatif, sebelum selaput embrio mengering dan menempel pada selaput kerabang telur. Karena selaput kerabang telur terdiri dari keratin maka selaput ini tidak bisa mengalami autolysis tidak larut, akibatnya selaput ini tetap tinggal dalam tubuh anak ayam menyebabkan iritasi, jaringan sel sekitar mati dan memudahkan infeksi bakteri.  Kuning telur saat penetasan merupakan cadangan makanan sekaligus sebagai antibody maternal untuk daya tahan tubuh. Kekebalan antibody yang terkandung dalam kuning tekur di kenal sebagai gamma globulan igG / igy, antibody yang di turunkan dari induk melalui transfer kekebalan pasiv tujuaan untuk melindungi dari serangan MO.  Gejala paling jelas adalah, lubang pusar tidak menutup sempurna, masih ada tonjolan tersisa di luar tubuh, pada kasuh yang parah 50% kantung telur masih menggelantung di luar tubuh dan ada kemungkinan pecah sebelum masuk tubuh, doc semacam ini biasanya mati sebelum usia 3 hari. Ciri lainnya saling mengerombol di bawah lampu pemanas, lesu, kepala menunduk ke bawah. Jangan salah arti dengan penyakit Pullorum/ berak putih  Pencegahan usahakan sanitasi dalam mesin tetas terjamin dengan tindakan pensucihamaan dan jaga kelembaban dalam mesin tetas terutama 3 hari terakhir massa krusial. Gunakan hanya telur tetas yang kerabangnya nya bersih saja, kulit kotor feces bisa menembus kulit telur dan terjadi infeksi dalam telur, ada dua kemungkinan, telur busuk atau doc menetas tapi dengan kondisi kantung kuning telur sudah terinfeksi bakteri.  Pembersihan mesin tetas bisa gunakan medisep, antisep, rodalon dengan sistem semprot kabut pada dinding, lantai, rak telur, baki air atau telur sebelum di masukan mesin rendam dalam larutan medisep yang sudah di encerkan hitungan 3 detik saja langsung tiriskan. Anak ayam sudah kena omphalitis tidak ada obatnya 99% mati

Selasa, 01 Mei 2018

makalah teknologi pengawetan daging. daging beku


PENDAHULUAN

Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan hidup sehat. Daging sebagai salah satu bahan pangan hewani yang memiliki banyak macamnya seperti daging sapi, daging kambing, daging ayam, daging babi, dan sebagainya. Daging adalah semua produk hasil pemotongan hewan yang layak dimakan. Pasca konversi otot menjadi daging telah terjadi banyak perubahan dan perubahan inilah yang menyebabkan daging tersebut sangat mudah terganggu atau terkontaminansi mikrobia yang berdampak pada penurunan kualitas. Perubahan otot menjadi daging menghasilkan peningkatan panas. Peningkatan panas ini akan mendorong proses glikosis secara anaerob dan berdampak pada terjadinya kerusakan daging. Oleh karena itu, dewasa ini pasca pemotongan ternak atau pasca konversi otot menjadi daging diperlukan penanganan yang tepat sehingga kualitas daging tersebut tetap terjaga.

Kerusakan - kerusakan yang terjadi pada daging sapi tidak hanya menyebabkan bentuk dan rupa komoditas menjadi kurang menarik, tetapi juga memberikan kesempatan bagi organisme untuk masuk dan merusak daging. Kerusakan-kerusakan yang terjadi juga dapat menyebabkan kehilangan air dan bau busuk. Daging rusak karena memiliki kadar air yang tinggi dan aktivitas air tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan proses penanganan agar kerusakan mekanis tidak terjadi. Salah satu penanganan yang dapat dilakukan adalah pembekuan.
Pengawetan daging dengan suhu rendah khususnya metode pembekuan, merupakan upaya mempertahankan kualitas daging selama penyimpanan. Pembekuan daging biasanya dilakukan pada suhu dibawah titik beku air yakni suhu 00C (lawrie, 2003). Dampak dari pembekuan itu sendiri yakni daging menjadi terbebas dari pembusukan. Seperti diketahui bahwa daging sebagai produk hasil ternak yang bersifat hayati sehingga mudahnya komponen daging seperti protein daging mengalami denaturasi atau degradasi baik secara alami (autolisis) maupun oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri yang mengkontaminan. Kualitas daging beku pada akhirnya tentu salah satunya akan dipengaruhi oleh kondisi sebelum daging tersebut dibekukan. Penyimpanan yang dilakukan sebelum pembekuan tidak mampu diperbaiki oleh metode pembekuan itu sendiri. Karena prinsip pembekuan daging tidak memperbaiki kualitas akan tetapi mempertahankan kualitas asalnya. Oleh karena itu, jika terjadi penyimpanan sebelum dilakukan pembekuan maka dampaknya akan tetap terjadi.
Pembekuan adalah penyimpanan daging dalam keadaan beku. Suhu yang baik untuk pembekuan beku daging adalah -120C sampai -240C. Proses pembekuan mampu mengawetkan bahan dan produk pangan dengan umur simpan yang panjang dan mutu yang baik. Hal ini disebabkan suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba dan mencegah terjadinya reaksi – reaksi kimia.

Produk daging beku merupakan suatu alternatif pilihan pengawetan daging supaya tahan lama karena selain proses kerusakan daging dapat terhambat juga proses pembekuan tidak merubah daging ke bentuk olahan yang lain, sehingga ketersediaan daging segar dapat terjamin.

Lama pelayuan daging sebelum dibekukan, temperatur pembekuan dan bahan pengemas yang digunakan merupakan faktor – faktor yang perlu diperhatikan agar dapat dihasilkan daging beku yang berkualitas tinggi. Pada pelayuan daging terjadi denaturasi protein yang mengakibatkan aktivitas mikrobia sudah terhambat, sehingga kerusakan struktur daging dapat dikurangi seminimal mungkin dan akan menjamin kualitas daging beku yang dihasilkan.
Penyimpanan dingin dapat memperlambat reaksi oleh enzim. Pembekuan dapat menghentikan pertumbuhan mikroba. Untuk pertumbuhannya, mikroba mempunyai batas suhu minimal. Untuk pertumbuhannya artinya di bawah suhu tersebut mikroba tidak akan memperbanyak diri. Semakin sedikit jenis mikroba yang bisa tumbuh pada suhu yang makin rendah dan air dalam daging akan membentuk es sehingga tidak bisa digunakan oleh mikrobauntuk pertumbuhannya. Daging yang dibekukan hendaknya telah melalui proses aging sehingga tahap post rigor mortis telah terlewati. Jika proses rigor mortis belum terlewati, maka proses rigor mortis tetap aan berlangsung selama pembekuan – pengolahan, sehingga ada resiko terjadinya pengkerutan daging.
Prinsip pembekuan adalah bukan dimaksudkan untuk membunuh mikroba, tetapi hanya menghambat pertumbuhannya. Sehingga mutu hygiene daging beku sangat tergantung dari mutu awal daging segarnya dan kontaminasi yang terjadi saat penanganan dan pengolahannya. Parasit seperti cacing dan larvanya, umumnya selama pembekuan mengalami kematian. Aspek negatif keamanan pangan yang perlu diperhatikan adalah terbentuknya radikal bebas dan peroksida akibat oksidasi lemak. Produk daging beku mutu teknologinya berbeda dengan mutu daging segar baik menyangkut kemampuan ekstraksi protein, kemampuan emulsi, maupun kemampuan mengikat air sehingga mutu produk olahan daging yang dibuat dari daging segar dan daging beku sering berbeda jauh terutama menyangkut tekstur, kekenyalan, dan juiciness. Hal ini karena pada daging beku umumnya kandungan ATP sudah sangat sedikit, bahkan tidak ada.hal tersebut mengakibatkan struktur protein myofibrilnya menjadi tidak mengembang dan sulit larut. Oleh sebab itu, agar tidak  terlalu jauh dengan mutu daging segar, pengolahan daging beku harus dibantu dengan bahan tambahan pangan seperti fosfat dan garam.
Umur simpan daging selama pembekuan sangat tergantung dari berbagai faktor diantaranya adalah jenis daging, ukuran daging, mutu bahan baku, teknik pembekuan, jenis dan cara pengemasan, suhu pembekuan, dan lain – lain. Daging dengan pembekuan lambat (suhu -180C) umumnya umurnya kurang dari 6 bulan, dengan pembekuan sedang ( suhu -180 sampai -240C) bisa sampai 1 tahun, dan bila dengan pembekuan cepat (< -300C) yang didukung pengemasan baik dapat mencapai 2 tahun.

Beberapa syarat untuk memperoleh hasil daging beku yang baik yaitu :
Daging berasal dari ternak yang sehat
Daging berasal dari pemotongan ternak dengan cara yang baik
Daging telah mengalami proses pelayuan
Daging dibungkus dengan bahan yang kedap udara
Temperatur pembekuan -180C atau lebih rendah lagi

Sedangkan kerusakan kimia dan fisik pada daging pada penyimpanan beku yaitu :
Kehilangan zat – zat gizi pada waktu daging beku dikembalikan ke bentuk asal
Perubahan warna daging dari merah menjadi gelap
Timbulnya bau tengik pada daging
Thawing sering kali menyebabkan perubahan atau penurunan mutu daging baik dari aspek mutu zat gizi, mutu sensori, mutu hygiene dan keamanan pangan, maupun mutu teknologi lebih signifikan dibandingkan perubahan mutu selama penyimpanan beku sendiri. kesalahan thawing dapat mengakibatkan kehilangan cairan daging yang terlalu banyak, sehingga rendemen turun, aroma dan rasa daging jauh berkurang, struktur serat daging rusak sehingga mengakibatkan penurunan mutu tekstur, penurunan mutu teknologi, dan daya emulsinya. Prinsip thawing yang benar adalah thawingdilakukan seperti saat pembekuannya. Daging atau produk pangan yang dibekukan dengan teknik lambat harus dilakukan thawing dengan teknik lambat, daging dibekukan cepat dapat dilakukan thawing dengan teknik cepat namun terbaiknya dilakukan dengan thawing teknik lambat.


PEMBAHASAN
karakteristik aneka daging ternak yang berbeda tidak menghambat terjadinya pembusukan daging tersebut. Seperti diketahui bahwa karakteristik daging sapi yakni daging sapi berwarna merah terang/ cerah, mengkilap , tidak pucat dan tidak kotor. Secara fisik daging elastis, sedikit kaku dan tidak lembek. Jika di pegang masih terasa basah dan tidak lengket di tangan. Dari segi aroma daging sapi sangat khas (gurih). Kandungan protein daging sapi sebesar 18,8 % dan lemak total 14 %. Sementara daging ayam memiliki warna putih keabuan dan cerah. Warna kulit ayam biasanya putih kekuningan dan bersih. Jika disentuh daging terasa lembab tidak lengket. Serat daging ayam halus, mudah dikunyah dan digiling, mudah dicerna, serta memiliki flavor lembut. Aroma daging ayam tidak menyengat, tidak berbau amis dan tidak busuk, Daging ayam mengandung protein 18,2 % dan lemak total 25 %. Daging domba dan kambing memiliki Ciri-ciri yang hampir sama dengan daging sapi. Namun demikian daging domba dan kambing memilki serat lebih kecil dibandingkan serat daging sapi, serta aroma daging kambing yang khas goaty (istilah bahasa jawa prengus). Daging domba dan kambing masing-masing mengandung protein 17,1 % dan 16,6 % dan lemak 14,8 % dan 9,2 %. Daging kelinci dengan karakteristik yakni tidak berbau, warnanya putih hampir sama dengan daging ayam, seratnya halus, kandungan nutrisi daging kelinci adalah rendah kolesterol sehingga baik dikonsumsi oleh penderita jantung, manula, dan obesitas, serta dipercaya dapat mengobati asma karena mengandung kitotefin serta asam lemak omega tiga dan omega sembilan. Daging kelinci mengandung protein antara 18,6 – 25,6 % dan kadar lemak 3,91 – 10,9 %. Kesemua karakteristik yang berbeda tersebut ternyata dapat mengalami pembusukan atau kerusakan. Karakteristik/Penampilan tidak bisa terhindar dari pembusukan jika tidak diawetkan.

Lawrie (2003) menyebutkan bahwa daging memang merupakan media yang ideal bagi perkembangbiakan mikroorganisme (baik mikroorganisme perusak maupun pembusuk). Hal ini disebabkan kadar air daging yang sangat tinggi (68-75%), kaya akan zat yang mengandung nitrogen, mengandung sejumlah zat yang dapat difermentasikan, kaya akan mineral, dan mempunyai pH yang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme (5,3-6,5). Cepat atau lambatnya daging mengalami kerusakan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu daging, suhu lingkungan, kadar air, kelembapan, jumlah oksigen, tingkat pH, dan kandungan gizinya (Soeparno, 1998). Oleh karena itu, upaya mencegah terjadinya kerusakan daging tersebut dilakukan dengan pengawetan dan salah satunya dengan pengawetan suhu rendah atau pembekuan.

Penanganan daging sebelum dibekukan akan menentukan kualitas daging beku. Pelayuan daging dan pengemasan merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan pembekuan. Pada pelayuan daging terjadi denaturasi protein yang mengakibatkan keempukan daging meningkat, tetapi sebaliknya water holding capacity (WHC) daging menurun yang mengakibatkan susut masak (cooking lost) meningkat (Lawrie, 2003). Lama pelayuan daging sebelum dibekukan akan meningkatkan jumlah cairan daging segar (weep) dan cairan daging beku (drip) yang keluar pada saat pencairan kembali (thawing). Kondisi ini dapat berdampak pada penurunan kandungan nilai gizi dalam daging yang ikut terlarut dalam drip (Lawrie, 2003). Lama pelayuan daging berhubungan dengan selesainya proses rigormortis (proses kekakuan daging), dalam hal ini apabila proses rigormortis belum selesai dan daging terlanjur dibekukan maka akan menurunkan kualitas daging atau daging mengalami proses cold shortening (pengkerutan dingin) ataupun thaw rigor (kekakuan akibat pencairan daging beku) pada saat thawing sehingga akan dihasilkan daging yang tidak empuk/alot (Buckle et al., 1978). Penggunaan temperatur untuk pembekuan daging perlu dipertimbangkan pada temperatur cairan daging telah membeku semua disamping itu juga proses enzimatis, proteolitik, hidrolisis, oksidatif dan aktivitas mikrobia sudah terhambat sehingga kerusakan struktur daging dapat dikurangi seminimal mungkin dan akan menjamin kualitas daging beku yang dihasilkan.

Pembekuan merupakan metode yang sangat baik untuk pengawetan daging. Proses pembekuan tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap sifat kualitatif maupun organoleptik seperti warna dan flavor daging setelah pemasakan. Nilai nutrisi daging secara relatif tidak mengalami perubahan selama pembekuan dalam jangka waktu terbatas. Beberapa persyaratan untuk memperoleh daging beku yang baik adalah: (1) daging segar harus berasal dari daging yang sehat, (2) pengeluaran darah pada saat pemotongan harus sesempurna mungkin, (3) temperatur karkas atau daging harus secepatnya diturunkan pada temperatur dingin (daging segar sudah mengalami pendinginan), (4) periode pelayuan harus dibatasi, (5) karkas atau daging harus dibungkus dengan menggunakan material yang berkualitas baik, dan (6) temperatur pembekuan setidak-tidaknya -18 oC atau lebih rendah. Kualitas daging beku dipengaruhi oleh faktor seperti: (1) lama waktu daging di dalam penyimpanan dingin sebelum pembekuan, (2) laju pembekuan, (3) lama penyimpanan beku, (4) kondisi dalam penyimpanan beku, (5) tipe pakan ternak, (6) umur ternak, (7) pH daging, (8) kontaminasi dengan logam berat, dan (9) jumlah mikrobia awal (Soeparno 2005).

Produk daging beku merupakan suatu alternatif pilihan pengawetan daging supaya tahan lama, karena selain proses kerusakan daging dapat terhambat juga proses pembekuan tidak merubah daging ke bentuk olahan yang lain, sehingga ketersediaan daging segar dapat terjamin. Pembekuan daging adalah salah suatu cara dari pengawetan daging yaitu dengan membekukan daging di bawah titik beku cairan yang terdapat di dalam daging, titik beku daging pada temperatur -20 s/d -30C (Desrosier, 1969). Proses pembekuan daging dapat menghambat pertumbuhan mikrobia, proses proteolitik, proses hidrolisis, proses lipolitik dan sedikit proses oksidatif (Tranggono et al.,1990).

Penggunaan bahan pengemas dalam pembekuan daging dapat mencegah terjadinya gosong beku (Freezer burn) yang dapat menyebabkan perubahan flavor, warna, tekstur dan penampakan daging beku yang tidak menarik, selain itu pengemas dapat mengurangi terjadinya desikasi, dehidrasi dan oksidasi lemak, sehingga kualitas daging beku dapat dipertahankan (Urbain, 1971). Plastik polietilen (PE), plastik polipropilen (PP) dan aluminium foil dapat digunakan sebagai bahan pengemas (Harte, 1985).


Laju pembekuan cepat akan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan pembekuan lambat. Jika pembekuan tidak dilakukan dengan cepat, kristal es yang terbentuk akan membesar dan merusak dinding sel, sehingga apabila daging sapi dicairkan kembali untuk pengolahan selanjutnya, sel penyusun daging sapi akan rusak. Sedangkan laju pembekuan cepat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil, sehingga tidak merusak struktur sel yang dibekukan. Kristal es mulai terjadi diluar serabut otot (ekstraselular) karena tekanan osmotik ekstraselular lebih kecil daripada di dalam otot. Pembekuan kristal ekstraselular berlangsung terus, sehingga cairan ekstraselular yang tersisa dan belum membeku akan meningkat kekuatan fisiknya dan menarik air secara osmotik dari bagian dalam sel otot yang sangat dingin. Air ini membeku pada kristal es yang sudah terbentuk sebelumnya dan menyebabkan kristal es membesar. Kristal-kristal es yang membesar ini menyebabkan distorsi dan merusak serabut otot (Soeparno 2005).

Muchtadi (1997) menyatakan pembekuan cepat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara lambat karena kristal es yang terbentuk kecil-kecil sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit, pencegahan pertumbuhan mikroba yang berlangsung cepat dan kegiatan enzim juga cepat berhenti, serta bahan makanan yang dibekukan dengan cara cepat mempunyai mutu lebih baik daripada pembekuan lambat.

Tambunan et al. (2003) menyatakan bahwa pembekuan cepat adalah metode pengawetan bahan pangan yang mampu mempertahankan mutu dengan hasil terbaik. Keunggulan produk beku setelah pembekuan cepat adalah struktur kristal es yang kecil dan seragam, sehingga bila dicairkan (thawing) keadaannya masih mendekati sifat-sifat segarnya.

Menurut Diana C., Dinarsih E., dan Kardaya D. (2011) bahwa daging beku sebelum diolah biasanya dilakukan thawing (penyegaran kembali) terlebih dahulu. Teknologi yang berhubungan dengan thawing ini untuk menjadi lebih efektif banyak tersedia. Beberapa pendapat masyarakat mengatakan bahwa kualitas daging beku menyusut dibandingkan daging segar. Sedangkan menurut beberapa literartur menyebutkan bahwa kualitas daging selama pembekuan tidak berubah, tetapi akan terjadi perubahan kualitas daging pada saat thawing. Thawing dapat menyebabkan beberapa perubahan fisik dan kimia dan beberapa metode thawing yang dikenal masyarakat antara lain disimpan dalam refrigerator, disimpan dalam suhu kamar, direndam dalam air dingin (kran) dan direndam dalam air panas. Penelitian bertujuan untuk mengetahui metode thawing terbaik dan dampak yang ditimbulkan akibat berbagai cara thawing terhadap sifat fisik dan kimia daging sapi beku.

KESIMPULAN
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
Karakteristik aneka daging ternak yang berbeda tidak menghambat terjadinya pembusukan daging tersebut. Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada daging tidak hanya menyebabkan bentuk dan rupa komoditas menjadi kurang menarik, tetapi juga memberikan kesempatan bagi organisme untuk masuk dan merusak daging.
Pengawetan daging dengan suhu rendah khususnya metode pembekuan, merupakan upaya mempertahankan kualitas daging selama penyimpanan.
Prinsip pembekuan adalah bukan dimaksudkan untuk membunuh mikroba, tetapi hanya menghambat pertumbuhannya. Sehingga mutu hygiene daging beku sangat tergantung dari mutu awal daging segarnya dan kontaminasi yang terjadi saat penanganan dan pengolahannya.
Umur simpan daging selama pembekuan sangat tergantung dari berbagai faktor, diantaranya adalah jenis daging, ukuran daging, mutu bahan baku, teknik pembekuan, jenis dan cara pengemasan, suhu pembekuan, dan lain – lain.
Daging beku sebelum diolah biasanya dilakukan thawing (penyegaran kembali) terlebih dahulu.

Daftar Pustaka
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton, 1978. Food Science. Watson Ferguson dan Co. Brisbane, Australia.
Candra Dewi, S.H. 2012. Populasi Mikroba dan Sifat Fisik Daging Sapi Beku selama Penyimpanan. Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 4, Mei 2012. ISSN : 2086 – 7719.
Diana C., Dihansih E., dan Kardaya D. 2011. Kualitas Fisik dan Kimiawi Daging Sapi Beku Pada Berbagai Metode Thawing. Jurnal Pertanian ISSN 2087 – 4936. Volume 2 Nomor 2, Oktober 2011.
Girsang A. R., 2010. Kajian Energi Pembekuan Daging Sapi Menggunakan Mesin Pembeku Tipe Lempeng Sentuh Dengan Suhu Pembekuan Berubah. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging edisi V. Terjemahan Aminuddin Parakasi, Jakarta : Universitas Indonesia.
Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sumerta M. I Nyoman. 2015. Teknologi Pembekuan Daging : Bentuk Selamat Dari Pembusukan. Denpasar : Universitas Udayana.






Ngindonesia.vet
15021001
Widati Sri A. 2008. Pengaruh Lama Pelayuan, Temperatur Pembekuan dan Bahan Pengemas Terhadap Kualitas Kimia Daging Sapi Beku. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2008, Hal 39 – 49 Vol. 3 No.2. ISSN : 1978 – 0303