Selasa, 13 Maret 2018

pelayuan daging agar lebih empuk dan menghambst perkembangan mikrobia serta menghindari kerusakan daging


Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi protein hewani sangatlah penting, karena protein hewani mudah dicerna dan nilai gizinya lebih baik dibandingkan dengan protein nabati. Hewan yang umumnya diambil dagingnya untuk dikonsumsi adalah hewan ternak seperti sapi, babi, kambing, domba, dan kerbau. Namun di beberapa negara, sumber daging juga berasal dari hewan seperti unta, yak, kangguru, rusa,kuda dan juga reptil. Dalam pengertian yang lebih luas, dsging jugs meliputi bagian dari unggas dan ikan.
Daging dapat diartikan sebagai jaringan otot dari hewan yang telah disembelih dan telah mengalami perubahan post mortem. Ada pula yang mendefinisikan bahwa daging merupakan sekumpulan otot dari karkas hewan. Karkas merupakan bagian tubuh ternak yang telah disembelih, dikuliti dan dihilangkan bagian isi perut serta kepala dan bagian kaki bawahnya. Daging merupakan bagian dari karkas, namun tidak termasuk lemak (yang terdapat di bawah kulit maupun yang melindungi organ bagian dalam), yang juga sering disebut dengan lean meat. Proporsi lean meat dari karkas berbedda – beda pada setiap jenis ternak, 35% pada sapi, 45% pada babi, 38% sapi muda, dan 35% pada domba.
Hewan yang baru di sembelih dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan – perubahan sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Keadaan inilah yang disebut rigor mortis. Dalam kondisi rigor mortis, daging menjadi lebih alot dan keras dibandingkan dengan sewaktu baru dipotong. Oleh karena itu, jika daging dalam keadaan rigor mortis dimasak akan alot dan tidak nikmat. Untuk menghindarkan daging dari rigor, daging perlu dibiarkan untuk menyelesaikan proses rigor nya sendiri. Proses tersebut dinamakan proses aging (pelayuan).
Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik beku daging (-1,500C). Selama pelayuan, terjadi aktivitas enzim yang mampu menguraikan tenunan ikat daging. Daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavour yang lebih kuat. Daging bisa dilayukan dalam bentuk karkas atau setengah karkas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi luas permukaan yang dapat diinfeksi oleh mikroba,proses pelayuan dibantu sinar ultraviolet.
Daging akan berubah menjadi empuk apabila dilayukan, hal ini karena selama proses pelayuan terjadi perubahan – perubahan pada protein intra dan ekstra seluler sehingga proses autolisis pada daging menghasilkan daging yang lebih empuk, lebih basah, dan flavour lebih baik.
Fungsi pengempukan daging dengan pelayuan merupakan fungsi dari waktu dan temperatur. Pada temperatur yang tinggi akan menghasilkan tingkat keempukan tertentu dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan pada temperatur rendah. Keempukan juga dapat ditingkatkan dengan perlakuan pendinginan, perlakuan enzim dan perebusan. 
Setelah ternak mati dan daging mengalami rigor mortis, ikatan struktur miofibril dilonggarkan oleh enzim proteolitik, rusaknya komponen protein dari miofibril dapat meningkatkan keempukan daging. Denaturasi protein pada pelayuan terjadi karena pH yang rendah, temperatur diatas 250C atau dibawah 00C, adanya desikasi. Pada pelayuan protein miofibril dan sarkoplasma mengalami denaturasi sedangkan kolagen dan elastin tidak terdenaturasi. Denaturasi protein akan menyebabkan daya ikat air daging turun sehingga daging akan mengalami kehilangan cairan daging atau weep. Titik minimum daya ikat air pada pH 5,4 – 5,5. Pelayuan dapat menurunkan daya putus WB (Warner Blatzer), sehingga dapat meningkatkan keempukan daging, nilai daya putus WB merupakan indeks tingkat kealotan miofibrilar dari daging. 
Pelayuan dapat meningkatkan daya ikat air pada berbagai macam pH karena terjadinya perubahan hubungan air – protein, yaitu peningkatan muatan melalui absorbsi ion K dan pembebasan ion Ca, tetapi penyimpanan yang terlalu lama akan menurunkan daya ikat air dan terjadinya perubahan struktur otot. Walaupun pelayuan dapat meningkatkan daya ikat air tetapi sangat dipengaruhi oleh pH dan pada akhirnya daging kehilangan cairannya. Pelayuan pada temperatur (0 – 1)0C selama 21 hari dapat meningkatkan daya ikat air dan keempukan daging sapi serta menurunkan susut masak (cooking loss) dan penyusutan daging.
Karkas sapi biasanya dilayukan dalam waktu sekitar 2 X 24 jam. Untuk memperoleh daging yang memiliki keempukan optimum dan cita rasa yang khas, pelayuan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi atau dengan waktu yang lebih lam, misalnya suhu 2 – 400C selama 7 – 8 hari atau suhu 200C selama 40 jam. Biasa juga dilakukan pada suhu 430C selama 24 jam.

PEMBAHASAN

Pada dasarnya kualitas daging dan karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan, termasuk bahan aditif (hormon, anti biotik, dan mineral) dan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon, dan anti biotik, lemak intramuskular, dan metode penyimpanan. Jika salah satunya tidak diperhatikan seperti pemberian pakan contohnya, maka ini akan dapat menurunkan kualitas dari pada daging tersebut (lawrie,R.A, 1979). 

 Selama postmortem kerusakan dapat terjadi karena adanya kontaminasi oleh mikroorganisme serta kerusakan kimiawi, biologis dan fisik. Awal kontaminasi mikroorganisme pada daging berasal dari lingkungan sekitarnya dan terjadi pada saat pemotongan, hingga dikonsumsi. Pada umumnya sanitasi yang terdapat di rumah-rumah potong belum memenuhi persyaratan kesehatan daging sesuai standar yang telah ditetapkan. Keadaan ini menyebabkan mikroorganisme awal pada daging sudah tinggi. Selain itu penyimpanan daging di rumah potong dan di pasar-pasar umumnya belum menggunakan alat pendingin, di mana daging hanya dibiarkan terbuka tanpa dikemas dalam temperatur kamar. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan perkembangbiakan mikroorganisme semakin meningkat yang mengakibatkan kerusakan atau pembusukan daging dalam waktu singkat. Hewan yang baru di potong, dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan di mana jaringan otot menjadi keras, kaku dan tidak mudah digerakkan (Costa, 2011).
Setelah exsanguination, glikolisis tanpa oksigen berlanjut dan menghasilkan asam laktat sebagai hasil dari glikolisis anaerobik. Hal ini menyebabkan penumpukan asam laktat dan karena itu terjadi penurunan pH. Dalam lingkungan yang normal, otot-otot mulai mengalami proses rigor mortis disebabkan oleh kekakuan yang terjadi dari cross-linking yang disebut aktomyosin, terbentuk antara aktin dan myosin. Kekakuan dimulai pada nilai pH daging yang normal 5,7-5,8 (Hannula dan Puolanne, 2004). Selama tahap pertama dari proses Rigor mortis fase penundaan, dalam otot masih kaku karena tersedia ATP dengan Mg2+, yang membantu untuk memutuskan ikatan aktin/myosin cross dan pada gilirannya memungkinkan otot-otot untuk merenggang. Kreatin fosfat habis selama fase ini, yang menghambat fosforilasi ADP menjadi ATP. Hal ini menyebabkan penurunan tajam dalam produksi ATP, yang merupakan sinyal awal fase timbulnya kekerasan, karena masih tersedia sedikit ATP sehingga dapat memecah ikatan aktin dan myosin, otot tidak dapat rileks dan menjadi kaku (Aberle et al., 2001).
Karkas dari hasil pemotongan umumnya mempunyai temperatur yang tinggi, yaitu sekitar 39°C. Hal ini harus segera diturunkan untuk menghindarkan perubahan-perubahan yang menyebabkan terjadinya kerusakan daging, oleh karena itu karkas harus segera disimpan dalam ruang pendingin yang disebut dengan proses pelayuan. Pelayuan disebut juga aging, conditioning atau hanging, yaitu dengan menggantungkan karkas selama waktu tertentu di dalam ruangan dengan temperatur diatas titik beku karkas (-1,5° C). Pelayuan biasanya dilakukan pada ruangan pendingin dengan temperatur pada kisaran 15° - 16° C selama 24 jam, atau dapat pula dilakukan pada kisaran temperatur 0° - 3° C dengan waktu yang lebih lama. Selama proses pelayuan terjadi proses autolisis, yaitu perombakan tenunan daging oleh enzim yang terdapat di dalam daging, sehingga daging menjadi lebih empuk dan berkembangnya flavor daging yang lebih baik (Rachmawan, 2001). Karkas sapi memerlukan pelayuan, karkas domba atau kambing bisa tidak dilayukan, karena dagingnya relatif sudah empuk bila ternak dipotong pada umur yang relatif mudah, dan proses kekakuan berlangsung dalam waktu yang relatif lebih cepat. Demikian pula karkas unggas, tidak memerlukan pelayuan seperti karkas ternak ruminansia besar. Karkas babi, karena lapisan lemaknya tidak stabil yaitu mudah mengalami proses ransiditas oksidatif, maka pelayuan yang lama (misalnya lebih dari 24 jam), tidak akan memberikan hasil yang menguntungkan (Suparno, 2005)
Perkembangan mikroorganisme dalam daging sangat cepat. Mikroba patogen yang biasanya mencemari daging antara lain : E. Coli, Salmonella sp. dan Stahpylococcus sp. yang merupakan kontaminan utama pada daging sapi dan unggas segar (Ho. Et al., 2004 ; Usmiati, 2010). Oleh karena itu, daging harus segera disimpan dalam ruangan dengan temperatur rendah. Ruang pendingin untuk daging biasanya diatur pada kisaran -40 – 00 C, sehingga diharapkan temperatur di dalam daging pada kisaran 20 – 50C. Pada temperatur penyimpanan ini, kualitas daging dapat dipertahankan selama 8 hari. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju pendinginan daging, yaitu : (a) panas spesifik daging, (b) berat dan ukuran daging, (c) jumlah lemak pada permukaan daging, (d) jumlah daging dalam ruang pendingin, (e) temperatur alat pendingin (Rachmawan, 2001).

KESIMPULAN
1. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskular, dan metode penyimpanan.
2. karkas dari pemotongan hewan sebaiknya segera diturunkan untuk menghindari terjadinya perubahan – perubahan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan daging.
3. untuk menghindari perkembangan mikroorganisme yang sangat cepat dalam daging, maka daging harus segera di simpan dalam ruangan temperatur rendah.

1 komentar: