Selasa, 31 Juli 2018

diare pada sapi

Diare pada sapi

Penyebab Diare Pada Sapi
Rotavirus dan Coronavirus adalah nama dari 2 jenis virus penyebab diare pada sapi potong berusia dewasa. Ketika pedet berada di dekat sapi dewasa yang telah terserang virus ini, mereka akan memiliki resiko tertular yang sangat tinggi. Pedet yang terinfeksi juga akan menjadi lebih rentan terhadap serangan infeksi bakteri lainnya.
Di dalam tubuh sapi potong, virus ini  akan segera menyerang lapisan sel usus kecil dan menggunakan material yang ada didalamnya untuk berkembang biak. Akibatnya pencernaan sapi potong akan terganggu. Pada saat jumlah virus menjadi sangat besar, sel ini tidak akan mampu menampung dan akhirnya pecah. Virus-virus baru akan menyebar dan menyerang sel-sel yang lain yang berada didekatnya.
Umumnya, pedet yang terserang virus ini akan menampakkan gejala pada 10 -14 hari (khususnya 10 hari pertama) setelah kelahirannya,  seperti :  mencret  parah, depresi, dehidrasi,sering mengejan dan sering mengeluarkan air liur (saliva).
Jika 24 jam setelah dilahirkan pedet langsung mengalami diare hebat , mengeluarkan air liur secara terus menerus, tidak mau makan dan kotorannya berwarna kuning hingga hijau, kemungkinan besar penyebabnya adalah Rotavirus. Jika ada komplikasi infeksi akibat bakteri lain seperti E.Coli, tingkat kematiannya akan cukup tinggi bahkan hingga mencapai hampir 50%. Penggunaan antibiotik pada kasus ini tidak efektif terhadap virus, tapi cukup membantu untuk melawan infeksi bakterinya.
Namun jika mencret terjadi 5 hari atau lebih setelah kelahiran pedet, penyebabnya adalah Coronavirus.Virus jenis ini dapat juga menulari pedet yang telah berusia 6 minggu atau lebih. Tingkat depresi yang diakibatkan oleh Coronavirus tidak setinggi Rotavirus. Pada awalnya, pedet akan mengalami diare, depresi (walaupun tidak separah seperti Rotavirus) dan mengeluarkan kotoran berwarna kuning sampai hijau. Setelah beberapa jam, kotoran  dapat mengandung lendir bening yang menyerupai putih telur. Diare dapat terus berlangsung selama beberapa hari. Tingkat kematian akibat coronavirus berkisar antara 1 sampai 25 persen.
Kedua virus ini sulit didiagnosis dengan pengamatan biasa, kecuali melalui pemeriksaan laboratorium. Jika melihat permukaan usus, tanda luka akibat infeksi tidak terlalu jelas. Namun biasanya usus akan penuh oleh kotoran (feces) cair. Apabila telihat pun itu diakibatkan oleh infeksi bakteri lainnya.
Untuk mencegah pedet tertular virus ini, pada induk sapi harus dilakukan vaksinasi yang  dilakukan beberapa kali. Vaksin pertama diberikan pada 6 – 12 minggu sebelum kelahiran, dan yang kedua sedekat mungkin dengan waktu kelahiran. Kemudian pada tahun selanjutnya, si induk diberikan booster vaksin sebelum melahirkan. Apabila periode melahirkan terlambat lebih dari 6 – 8 minggu, induk yang belum melahirkan di akhir minggu ke-enam diberikan booster vaksin kedua.
Saat ini Vaksinasi yang spesifik untuk rotavirus  dan coronavirus sudah tersedia. Dapat diberikan dengan dua cara, oral segera setelah pedet dilahirkan, atau vaksinasi terhadap induk sapi hamil. Dengan mengikuti prosedur ini, dapat dipastikan bahwa pedet yang dilahirkan mendapat antibodi rotavirus  dan coronavirus yang tinggi dalam kolostrum.
Clostridium perfringens adalah salah satu bakteri yang menyebabkan diare pada sapi potong. Bakteri ini terdiri dari 3 tipe yaitu  B, C dan D. Ketiga-tiganya memiliki daya  bertahan hidup di tanah cukup lama.
Bakteri Clostridium perfringens hampir selalu ada pada usus sapi dewasa. Pada kondisi normal dan jumlah tertentu, bakteri ini tidak berbahaya.  Namun ada beberapa kondisi yang menyebabkan bakteri ini berkembang pesat dan karenanya menyebabkan infeksi. Contohnya adalah perubahan program pemberian pakan secara mendadak atau sapi potong terlalu banyak mengkonsumsi pakan.
Akibatnya pergerakan usus menjadi lebih lambat, produksi gula darah dan protein berlebihan, dan konsentrasi oksigen berkurang. Kondisi ini memicu pertumbuhan bakteri Clostridium. Belum lagi kondisi kandang yang selalu basah dan lembah semakin mempercepat pertumbuhannya.  Dalam jumlah besar, Clostridium akan menyerang usus dan menyebabkan infeksi  akut (enterotoxemia). Efeknya adalah keluarnya kotoran berupa cairan (mencret).
Walaupun infeksi Clostridial umumnya diderita sapi potong dewasa, ada beberapa kasus ditemukan juga pada anak sapi.  Pada pedet  yang terinfeksi akan menunjukkan gejala-gejala seperti :  gelisah. ketegangan dan tendangan pada bagian perut. Pada usia pedet sekitar 10-14 hari, seringkali ditemukan gejala kematian tanpa ada tanda-tanda sebelumnya.
Infeksi Clostridial kini dapat dikendalikan dengan cara memvaksinasi induk sapi dengan  Clostridium perfringens toxoid pada 60 sampai 30 hari sebelum melahirkan. Selanjutnya satu dosis booster harus diberikan setiap tahun sebelum melahirkan. Apabila terdapat gejala infeksi pada pedet yang dilahirkan dari induk yang belum di imunisasi, antitoxin dapat langsung diberikan pada pedet.

Penyebab : Rumput Muda, Perubahan jenis makanan yang mendadak, Protein terlalu tinggi/banyak diberi konsentrat atau legume/kacang2an, Cacingan, Colibasilosis, Malignant Catarrhal Fever(Ingusan), Bovin Viral Diare – Mucosal Disease, Coccidiosis(Diare berdarah), Salmonelosis (berak putih), banyak pada pedet, Virus (diare ganas ).
*Gejala yang menciri : Tinja encer sampai berbentuk air, Tinja berbau anyir, Tinja berlendir sampai berdarah, Demam, Depresi, Lemah, Penurunan berat badan.

*Yang harus dilakukan peternak : Dengan kandungan protein tinggi, Beri minum air kelapa muda, air gula+garam secukupnya, Kurangi pemberian garam, Jaga kebersihan (karena diare bisa menular pada peternak ) dengan menyemprotkan/ menyiramkan desinfektan-insektisida atau deterjan pada kandang dan lingkungannya, Jika terjadi pada pedet, maka tempatkan pedet di kandang yang berlantai bersih dan hangat, Jangan dicontang dengan telur atau jamu karena akan memperparah kejadian diare, Ada kalanya daire sembuh untuk sementara, tapi penyebab penyakit belum tertanggulangi sehingga akan terjadi diare lagi yang lebih parah, jadi jangan dibiarkan, Segera panggil petugas kesehatan hewan (dokter hewan/mantri hewan).

*Pencegahan : Menjaga kebersihan kandang, tempat pakan, tempat minum dan lingkungan sekitar, Menjaga stamina dan kesehatan ternak, Pemberian obat cacing secara rutin (3-4 bulan sekali), Tidak memberikan hijauan yang masih terlalu muda, Tidak memberikan pakan dengan protein terlalu tinggi, Menyemprotkan Desinfektan- Insektisida atau Deterjen pada kandang dan lingkungannya.
Penanganan mecret pada sapi menjadi sangat penting diketahui setiap peternak sapi potong maupun  perah, karena mengobati mencret tidak bisa dilakukan dengan sembarangan terutama dalam pemberian antibiotic. Kebanyakan peternak memberi obat manusia yang dibeli dari warung ketika sapi mereka mencret, adapun obat yang sering diberikan seperti entrostop, ciba dan lainnya. Secara ilmu kesehatan ternak pemberian obat manusia untuk hewan sangat salah.   Sapi adalah hewan ruminansia yang pencernaan makanannya dibantu oleh sejumlah bakteri, selain membantu pencernaan, bakteri dalam tubuh sapi juga berguna sebagai sumber protein. Itulah sebabnya tidak dibenarkan memberikan antibiotic pada ruminansia secara asupan. Pemberian antibiotic secara asupan pada hewan memamah biak dapat membunuh semua bakteri bermanfaat yang ada di dalam lambung dan usus (saluran pencernaan), jika semua bakteri dalam saluran pencernaan hiang maka bisa dipastikan sapi tersebut akan menjadi kurus. Inilah kesalahan yang sering dilakukan peternak ketika melihat sapi mereka sakit (demam dan mencret).  Diagnosa mencret yang salah, peternak juga sangat sering melakukan kesalahan dalam mendiagnosa penyakit mencret pada sapi. Asal kotoran terlihat cair mereka sering menyimpulkan bahwa ternak mereka mencret, padahal kotoran yang cair bukanlah ciri utama dari mencret hewan, kotoran yang cenderung cair bisa saja karena pakan hijauan makanan ternak yang terlalu muda atau pemberian serat kasar yang kurang pada sapi. Adapun ciri utama penyakit mencret adalah:
kawasan sekitar panggul sapi terlihat kotor oleh kotoran yang mengering
Sering mengangkat ekornya walaupun tidak membuang kotoran (hal ini terlihat jelas pada anak sapi yang mencret)
kotoran cenderung cauir walaupun diberi pakan hijauan tua atau kering.
nafsu makan berkurang
bulu sapi terlihat kusam

Penanganan
Ternak terkena mencret harus diberi antibiotik yang tepat dengan cara injeksi secara Intra Musculer (IM). Antibiotic yang tepat ini diketahui oleh petugas kesehatan hewan dan dokter hewan, baik secara dosis maupun jenis antibiotik yang harus diberikan pada sapi mencret. Sebaiknya peternak jangan pernah memberi antibiotik pada ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan kuda) secara asupan (meminumkan), hal ini untuk melindungi perkembang biakan bekteri yang ada didalam saluran pencernaan hewan ruminansia tersebut.
Pemberian obat alamai (tradisional) untuk mencret.
Selain memberikan obat warung peternak juga sering memberikan obat tradisional, seperti ketika sapi mencret mereka memberi sari daun jambu. Belum ada uji klinis tentang khasiat daun jambu terhadap mencret pada hewan ternak, namun dalam keadaan terpaksa peternak dibenarkan memberikan ramuan-ramuan tradisional untuk mengobati sakit pada ternak. Keadaan terpaksa ini diataranya karena di daerah si peternak tidak terdapat petugas kesehatan hewan (dokter hewan). Selain daun jambu peternak juga biasa memberikan arang yang dicampur dengan air garam untuk mengobati mencret pada sapi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar