susu evaporasi dan susu bubuk
PENDAHULUAN
Susu adalah sekresi ambing hewan yang diproduksi dengan tujuan penyediaan makanan bagi anaknya yang baru dilahirkan. Karena berfungsi sebagai makanan tunggal bagi mahluk yang baru dilahirkan dan mulai tumbuh, susu mempunyai nilai gizi yang sempurna. Dalam susu terdapat semua zat gizi yang diperlukan bagi kebutuhan pertumbuhan anak.
Susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan, yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain. Sebagai bahan makanan atau minuman susu mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena mengandung unsur-unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti Kalsium, Phosphor, Vitamin A, Vitamin B dan Riboflavin yang tinggi. Secara alami susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air. Kadar air susu sangat tinggi yaitu rata-rata 87.5 %, dan di dalamnya teremulsi ber bagai zat gizi penting seperti protein, lemak, gula, vitamin dan mineral.
Susu merupakan sumber protein dengan mutu yang sangat tinggi, dengan kadar protein dalam susu segar 3.5 %, dan mengandung lemak yang kira-kira sama banyaknya dengan protein. Karena itu, kadar lemak sering dijadikan sebagai tolak ukur mutu susu, karena secara tidak langsung menggambarkan juga kadar proteinnya. Beberapa jenis sapi perah, khususnya dari Bos Taurus misalnya Jersey dan Guernsey mampu memproduksi susu dengan kadar lemak mendekati 5 %. Gula dalam susu disebut laktosa atau gula susu, kadarnya sekitar 5 - 8 %. Laktosa memiliki daya kemanisan sangat rendah, yaitu hanya 16 % daya kemanisan sukrosa. Laktosa merupakan senyawa yang banyak digunakan dalam pembentukan sel otak, khusunya bagi anak-anak usia di bawah 7 tahun, agar jumlah maupun perkembangan sel otaknya berlangsung dengan normal dan lancar.
Mineral yang banyak terdapat dalam susu adalah kalsium dan fosfor. Kedua mineral tersebut penting bagi pertumbuhan tulang. Sehingga bagi bayi dan anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, susu merupakan sumber mineral yang penting.
Mineral lain seperti klorida, kalsium, magnesium dan natrium terlarut dalam air. Sedangkan sebagian kalsium posfat dan protein tidak berada dalam larutan murni, tetapi dalam bentuk dispersi koloid (kalsium posfat kaseinat) yang menyebabkan susu terkesan berwarna putih.
Vitamin yang tinggi terdapat dalam susu adalah niasin dan riboflavin. Karena tingginya kandungan riboflavin, susu tanpak berwarna kehijau-hijauan. Jika terkena sinar matahari langsung, riboflavin dalam susu cepat rusak.
Beberapa sifat fisik pada susu sapi segar, antara lain :
Warna air susu
Warna air susu dapat berubah dari satu warna kewarna yang lain, tergantung dari jenis ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat dan bahan pembentuk warna. Warna air susu bekisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putih dari susu merupakan hasil dispersi dari refleksi cahaya oleh globula lemak dan partikel koloidal dari kasein dan kalsium phosphat. Warna kuning adalah karena lemak dan karoten yang dapat larut. Bila lemak diambil dari susu maka susu akan menunjukkan warna kebiruan.
Rasa dan bau air susu
Kedua komponen ini erat sekali hubungannya dalam menentukan kualitas air susu. Air susu terasa sedikit manis, yang disebabkan oleh laktosa, sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya. Buckle et al., (1987) menyatakan bahwa cita rasa yang kurang normal mudah sekali berkembang di dalam susu. Bau air susu mudah berubah dari bau yang sedap menjadi bau yang tidak sedap. Bau ini dipengaruhi oleh sifat lemak air susu yang mudah menyerap bau disekitarnya. Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat merubah bau air susu.
Berat jenis air susu
Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air. Berat jenis air susu = 1.01 - 1.02. Akan tetapi menurut codex susu, berat jenis air susu adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah. Penetapan lebih awal akan menunjukkan hasil berat jenis yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh perubahan kondisi lemak.
Kekentalan air susu (viskositas)
Seperti berat jenis maka viskositas air susu lebih tinggi daripada air. Viskositas air susu biasanya berkisar 1,5 – 2,0 cP. Pada suhu 20°C viskositas whey 1,2 cP, viskositas susu skim 1,5 cP dan susu segar 2,0 cP. Bahan padat dan lemak air susu mempengaruhi viskositas. Temperatur ikut juga menentukan viskositas air susu. Sifat ini sangat menguntungkan dalam pembuatan mentega.
PROSES PENGENTALAN SUSU SAPI
Proses evaporasi merupakan proses yang melibatkan pindah panas dan pindah massa secara simultan. Penguapan terjadi karena cairan mendidih dan berlangsung perubahan fase dari cair menjadi uap. Proses pindah panas dan pindah masa yang efektif akan meningkatkan kecepatan evaporasi. Untuk itu perlu dipertimbangkan kecepatan pindah panas dan jumlah panas yang dibutuhkan. Dalam proses ini sebagian air akan diuapkan dan akan terbentuk cairan kental yang disebut konsentrat. Proses evaporasi akan meningkatkan kepadatan bahan pangan dan juga menjadikan makanan lebih tahan lama karena kandungan Aw bahan berkurang.
Susu evaporasi adalah produk susu cair yang diperoleh dengan cara menghilangkan sebagian air dari susu segar atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi, dengan menggunakan proses evaporasi hingga diperoleh tingkat kepekatan tertentu. Produk dikemas secara kedap (hermetis) dan diproses dengan pemanasan setelah penutupan pengemas. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 7,5% dan total padatan tidak kurang dari 25%.
Evaporator adalah alat yang banyak digunakan dalam industri makanan untuk memekatkan suatu bahan pangan yang berupa cairan. Terdapat banyak tipe evaporator yang dapat digunakan dalam industri makanan. Umumnya evaporator dioperasikan pada kondisi vakum untuk menurunkan temperatur didih larutan. Apabila tekanan di dalam evaporator vakum diturunkan maka hal ini akan menyebabkan penurunan titik didih cairan bahan yang hendak dievaporasi. Pada saat evaporasi, terjadi pindah panas dan pindah massa secara bersamaan karena panas digunakan untuk menaikkan suhu produk (panas sensible) dan untuk mengubah fase air menjadi uap (panas laten penguapan).
Kandungan air pada susu sapi segar relatif banyak, untuk mengurangi kadar air tersebut biasanya dilakukan proses evaporasi atau penguapan. Proses evaporasi nantinya akan menghasilkan produk susu kental. Susu kental diperoleh dengan cara mengurangi kandungan air susu melalui proses evaporasi untuk menurunkan kadar air susu menjadi 55,35% - 64,89% bb atau dengan kepekatan tertentu.
Proses penguapan susu dilakukan menggunakan cara batch evaporator menggunakan system double jacket dimana pada ruang penguapan susu segar yang dimasukkan tidak bersentuhan langsung dengan media pemanis, akan tetapi melalui perantara fluida yang berupa air. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan susu dari panas berlebih yang bisa menurunkan kualitas susu. Semakin rendah suhu yang digunakan maka waktu yang diperlukan semakin lama.
Energi yang diperlukan untuk evaporasi berasal dari energi panas kompor LPG dan energi mekanis dari pompa air, semakin tinggi suhu penguapan maka energi penguapan yang diperlukan semakin besar. Pada saat penguapan terdapat dua jenis panas yaitu panas sensibel dan panas laten. Selama penguapan akan terjadi perubahan tekanan yang disebabkan oleh perubahan suhu. Unit yang berguna untuk membangkitkan tekanan vakum berasal dari unit ejector yang beruba saluran konvergen divergen.
Di dalam mesin penguap terdapat suatu kondensor yang berfungsi untuk mendinginkan uap panas. Proses pendinginan ini bertujuan mengurangi beban pompa selama penguapan. Peristiwa yang berlangsung di dalam kondensor adalah proses kondensasi, dimana uap panas dirubah wujudnya menjadi air. Kondensor yang digunakan terdiri dari unit pendingin uap panas dan penampung kondensat. Semakin lama proses maka suhu kondensat akan mengalami kenaikan, ini berhubungan dengan beban kondensasi yang ditanggung oleh air kondensasi yang bersirkulasi.
Bagi produk pangan, terutama yang sensitif terhadap suhu tinggi atau panas seperti susu, titik didih ini harus diturunkan lebih rendah dari titik didih air. Titik didih ini dapat diturunkan dengan menurunkan tekanan pada saat evaporasi berlangsung. Dalam usaha untuk mengoptimasikan proses evaporasi jumlah energi yang dipakai juga tergantung pada karakteristik bahan pangan yang diuapkan, seperti koefisien pindah panas bahan. Aplikasi utama proses evaporasi dalam industri pangan bertujuan untuk :
a) Untuk pengentalan awal suatu bahan cair sebelum dilakukan proses pengolahan selanjutnya, misalnya sebelum dilakukan spray drying, drum drying, kristalisasi.
b) Mengurangi volume cairan untuk mengurangi biaya penyimpanan, pengangkutan dan pengemasan.
c) Menurunkan Aw (Activity Water) dengan meningkatkan kandungan bahan padat dalam bahan untuk membantu pengawetan, misalnya dalam pembuatan susu kental.
Susu evaporasi mengandung sekitar 8% lemak dan 18% padatan bukan lemak Proses pemekatan diawali dengan penambahan beberapa jenis garam termasuk fosfat, sitrat dan bikarbonat untuk mencapai pH 6,6 – 6,7 sehingga susu lebih stabil (tidak menggumpal) saat dipanaskan. Pemanasan dilakukan pada suhu 120 – 122 0C selama beberapa menit dengan alat penukar panas, lalu dilanjutkan dengan pemekatan dengan vakum evaporator (suhu 50 – 600C). Jenis evaporator lain yang juga dapat digunakan yaitu evaporator plat atau sentrifugal. Selama evaporasi densitas susu harus dimonitor hingga menghasilkan kepekatan yang diharapkan. Hasil pemekatan susu kemudian dihomogenkan dengan alat homogenizer untuk kemudian ditambahkan bahan penstabil dan didinginkan hingga 14 0C sebelum dikemas dalam kaleng dan disterilkan pada 110 - 120 0C selama 15-20 menit.
Teknologi pengolahan susu untuk mengkonversi susu menjadi produk lain seperti susu bubuk sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk susu, sehingga nantinya tetap dapat merebut pasar.
Susu bubuk adalah susu yang telah dikurangi kadar air yang terkandung dalam susu hingga batas tertentu. Pembuatan susu bubuk dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain spry drying, roller drying atau drum drying, dan dough drying. Dough drying adalah cara pengolahan susu bubuk yang paling kuno, prosesnya terdiri dari pengentalan dalam ruang vacuum, setelah kental dituang di loyang untuk dikeringkan dalam ruang pengering. Pengeringan spry drying banyak dilakukan saat ini diindustri pengolahan susu skala besar, dan membutuhkan energi listrik yang besar, sehingga dalam skala kecil kurang efisien.
Teknik foam-mat drying adalah suatu proses pengeringan dengan pembuatan busa dari bahan cair yang ditambah dengan foam stabilizer dengan pengeringan pada suhu 70 – 75 oC. Teknik ini merupakan pengembangan dari metode pengeringan, dengan melakukan treatment pada bahan baku selanjutnya pengeringan dengan suhu yang relatif rendah dengan menggunakan cabinet drying pun dapat dilakukan sehingga dapat diterapkan pada unit skala usaha kecil seperti KUD atau ditingkat kelompok ternak, tetapi masih membutuhkan riset yang mendalam untuk dapat diterapkan dalam pembuatan susu bubuk.
Tipe-tipe susu bubuk yang dikenal dipasaran, biasanya menunjukkan kadar lemak, bahan baku yang diproses, serta proses atau metode pengeringan yang digunakan. Bahan baku dapat berupa susu penuh, susu skim, susu mentega, dan whey. Sedangkan pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan proses penyemprotan atau menggunakan proses drum/ roller panas. Susu bubuk penuh umumnya dibuat dari susu dengan kandungan lemak yang normal, cara pengeringan yang digunakan biasanya penyemprotan (spray drying) (Susrini dan Khotimah K., 2001).
Komposisi susu bubuk bervariasi tergantung bahan bakunya, karena sebagian besar airnya dihilangkan maka bahan keringnya naik kira-kira dengan proporsi yang sama. Komposisi susu bubuk dari bahan baku susu penuh (whole milk), kadar air 3,5%, protein, 25,2%, lemak 26,2%, laktosa 38,1% dan mineral sebesar 7% (Belitz and Grosch, 1987).
PEMBAHASAN
Susu merupakan hasil sekresi kelenjar susu hewan mamalia betina sebagai sumber gizi bagi anaknya. Kebutuhan gizi pada setiap hewan mamalia betina bervariasi sehingga kandungan susu yang dihasilkan juga tidak sama pada hewan mamalia yang berbeda (potter, 1976). Menurut Winarno (1993) bahwa susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mamae (ambing) pada binatang betina untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Sebagian besar susu yang dikonsumsi manusia berasal dari sapi. Susu tersebut diproduksi dari unsur darah pada kelenjar susu sapi.
Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu diantaranya yaitu protein, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin. Susu merupakan sumber kalsium yang paling baik, karena disamping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu absorbsi susu di dalam saluran cerna (Almatsier, 2002).
Sebagai makanan bernilai nutrisi tinggi, susu merupakan medium yang sangat disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini menyebabkan dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar. Kerusakan pada susu disebabkan oleh terbentuknya asam laktat sebagai hasil fermentasi laktosa oleh bakteri yang mencemarinya saat pengolahan. Fermentasi oleh bakteri ini akan menyebabkan perubahan flavor, warna dan tekstur sehingga tidak dapat diterima oleh konsumen (Fellows, 2008).
Secara umum, mikroorganisme perusak pada susu adalah mikroorganisme psikotrof. Kebanyakan mikroorganisme dari kelompok ini dapat dimatikan dengan pasteurisasi. Namun beberapa jenis seperti Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas fragi dapat memproduksi enzim proteolitik dan lipolitik yang stabil pada suhu tinggi dan dapat menyebabkan kerusakan. Beberapa spesies dan keturunan dari Bacillus, Clostridium, Corynebacterium, Arthrobacter, Lactobacillus, Microbacterium, Micrococcus, dan Streptococcus dapat bertahan pada suhu pasteurisasi dan sekaligus mampu tumbuh pada suhu ruang pendingin sehingga menyebabkan kerusakan dan pembusukan pada susu (Smit, 2000).
Mikroorganisme yang berkembang di dalam susu selain menyebabkan susu menjadi rusak juga membahayakan kesehatan masyarakat sebagai konsumen akhir. Produksi susu yang higienis seperti penanganan yang cepat dan tepat, penggunaan alat produksi dan alat penyimpanan serta teknik teknik pasteurisasi telah menurunkan ancaman penyebaran penyakit melalui susu seperti tuberkulosis (TBC), brucellosis dan lain sebagainya (Fellows, 2008).
Konsumsi susu tanpa dimasak terlebih dahulu atau kurang baik dalam penanganan sepanjang proses produksinya dapat menimbulkan beberapa kasus penyakit. Beberapa bakteri patogen dalam susu segar dan produk susu yang masih menjadi perhatian saat ini antara Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolitica, Salmonella spp., Escherichia coli O157:H7, dan Campylobacter jejuni (Smit, 2000). Selain bakteri, beberapa jenis jamur dari spesies Aspergillus, Fusarium, dan Penicillium dapat tumbuh dalam susu dan produk susu lainnya. Apabila kondisinya memungkinkan, jamur ini dapat memproduksi zat mycotoxin yang dapat berbahaya bagi kesehatan. Pengolahan susu memiliki persyaratan fasilitas seperti penyimpanan dingin, dan tergantung pada produk, dapat memerlukan biaya yang mahal, misalnya untuk alat pasteurisasi (FAO, 2005 dan Fellows, 2008). Meskipun demikian, pengolah susu skala kecil dapat diperlengkapi dengan peralatan berbiaya rendah untuk produksi yoghurt dan es krim. Khusus untuk produk olahan susu yang tidak disterilisasi seperti ini, maka refrigerator merupakan alat yang harus disediakan untuk memperpanjang umur simpan produk (Kutz, 2007).
Susu evaporasi adalah produk susu cair yang diperoleh dengan cara menghilangkan sebagian air dari susu segar atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi, dengan menggunakan proses evaporasi hingga diperoleh tingkat kepekatan tertentu. Produk dikemas secara kedap (hermetis) dan diproses dengan pemanasan setelah penutupan pengemas. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 7,5% dan total padatan tidak kurang dari 25%.
Proses evaporasi merupakan proses yang melibatkan pindah panas dan pindah massa secara simultan. Penguapan terjadi karena cairan mendidih dan berlangsung perubahan fase dari cair menjadi uap. Dalam proses ini sebagian air akan diuapkan dan akan terbentuk cairan kental yang disebut konsentrat. proses penguapan susu dilakukan menggunakan cara batch evaporator menggunakan sistem double jacket dimana pada ruang penguapan susu segar yang dimasukkan tidak bersentuhan langsung dengan media pemanis, akan tetapi melalui perantara fluida yang berupa air. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan susu dari panas berlebih yang bisa menurunkan kualitas susu. Semakin rendah suhu yang digunakan maka waktu yang diperlukan semakin lama.
Berikut ini adalah bagan pembuatan susu evaporasi :
Susu Sapi Segar
Uji Mutu
Penyaringan
Pencampuran
Pasteurisasi
Evaporasi
Homogenisasi
Susu Kental
Pertama susu sapi segar diseleksi terlebih dahulu untuk menghasilkan produk akhir berkualitas. Bahan baku utama yang digunakan memiliki persyaratan kandungan air dan total solid dimana secara umum sama dengan persyaratan pada pembuatan susu bubuk. Sebelum susu diproses, terlebih dahulu dilakukan pengujian untuk memeriksa kualitas bahan baku meliputi rasa, kandungan bakteri dan komposisi protein dan lemak. Setelah susu dinyatakan memenuhi kualitas yang disyaratkan, proses selanjutnya adalah penyaringan.
Proses penyaringan bertujuan memisahkan benda-benda pengotor susu serta menghilangkan sebagian lekosit dan bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan susu selama penyimpanan. Susu hasil evaporasi didinginkan di dalam tangki kemudian ditambahkan minyak atau lemak maupun yang lainnya, pencampuran ini dilakukan menggunakan mixer berkecepatan tinggi pada suhu 50-55oC.
Proses selanjutnya yaitu pasteurisasi, pasteurisasi bertujuan membunuh bakteri patogen. Teknis pasteurisasi dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu High Temperature Short Time (HTST) yaitu pasteurisasi dilakukan pada suhu tinggi dengan waktu yang sangat pendek dan pasteurisasi dilakukan pada suhu rendah dengan waktu yang cukup lama. Waktu pasteurisasi biasanya hanya bekisar 30 detik saja dengan suhu antara 85-90oC.
Proses yang paling mendasar pada pembuatan susu kental adalah proses evaporasi yang bertujuan untuk mengurangi kandungan air dengan failing film yaitu alat evaporasi yang memungkinkan penguapan terjadi secara tepat sehingga waktu kontak dengan media pemanas menjadi singkat. Alat pemanas yang digunakan adalah steam yang bekerja pada tekanan vakum, sehingga penguapan air dalam susu dapat berlangsung pada temperatur yang tidak terlalu tinggi agar tidak merusak susu. Evaporasi dilakukan sampai kadar air akhir dalam produk mencapai 55,35 - 64,89%. Proses terakhir dalam pembuatan susu kental sebelum akhirnya menjadi produk yang bisa dikonsumsi yaitu homogenisasi, bertujuan untuk mencegah pembentukan agregat lemak (lapisan krim) serta untuk meningkatkan konsistensi produk, mengoptimalkan stabilitas susu setelah pencampuran.
Aplikasi utama proses evaporasi dalam industri pangan bertujuan untuk :
Untuk pengentalan awal suatu bahan cair sebelum dilakukan proses pengolahan selanjutnya, misalnya sebelum dilakukan spray drying, drum drying, kristalisasi.
Mengurangi volume cairan untuk mengurangi biaya penyimpanan, pengangkutan, dan pengemasan.
Menurunkan AW ( Activity Water) dengan meningkatkan kandungan bahan padat dalam bahan untuk membantu pengawetan, misalnya dalam pembuatan susu kental.
Perubahan yang terjadi karena proses evaporasi meliputi :
Kadar air
Kadar air adalah kandungan air yang masih tersisa dalam susu setelah mengalami proses penguapan. Kadar air susu evaporasi berkisar antara 55,35% - 64,89%.
Berat Jenis
Berat jenis adalah rasio dari densitas suatu bahn terhadap densitas standar pada suhu dan tekanan standar. BJ pada susu segar adalah 1,01 – 1,02 sedangkan pada susu yang telah dievaporasi BJ susu akan meningkat.
Viskositas
Viskositas yaitu resistensi atau ketidakmauan suatu bahan untuk mengalir yang disebabkankarena adanya gesekan atau perlawanan suatu bahan terhadap deformasi atau perubahan bentuk apabila bahan tersebut dikenai gaya tertentu. Tingkat viskositas susu sapi segar biasanya sebesar 6,3 cP, kekentalan akan semakin meningkat setelah susu diuapkan yaitu sebesar 28,6 cP pada suhu 600C dan 13,3 pada suhu 500C.
Rendemen
Rendemen merupakan besarnya prosentase bahan yang tertinggal. Rendemen akan meningkat apabila perlakuan diterapkan pada suhu rendah, sebaliknya pada suhu tinggi rendemen semakin berkurang. Perlakuan pada suhu 600C menghasilkan rendemen sebesar 22,3% dan pada suhu 500C rendemen yang dihasilkan meningkat menjadi 36,91%.
Laju Penguapan
Laju penguapan merupakan jumlah air yang dapat diuapkan secara simultan oleh mesin penguap vacum dalam satu satuan waktu.
Pada pembuatan susu bubuk metode foam mat drying ini selain ditambah bahan dalam penstabil busa sebelum dikeringkan, susu dicampur dulu dengan bahan pengental natrium alginat yang digunakan sebelum dibusakan ataupun dikeringkan. Alginat merupakan salah satu bahan yang berpengaruh besar dalam mengentalkan cairan atau minuman, sifat alaginat adalah larut dalam air dingin dan akan lebih baik bekerja pada pH asam. Viskositas alginat dalam larutan dipengaruhi oleh berat molekul, konsentrasi, pH, dan keberadaan garam. Semakin tinggi berat molekul dan konsntrasi alginat, viskositas larutan akan semakin tinggi. Kenaikkan suhu akan menyebabkan penurunan viskositas (Sthepen A.M. (edt), 1995).
Pengukuran kadar protein susu bubuk metode foaming drying dilakukan berdasarkan metode Kjeldhal. Metode Kjeldhal menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tak langsung, karena yang dianalisis adalah kadar (total) nitrogennya saja (N). Hadiwiyoto (1994) menambahkan yang mengalikan hasil analisis dengan faktor sebesar 6,38 untuk semua produk susu, diperoleh nilai protein bahan makanan tersebut, semakin besar kadar nitrogen yang terukur menyebabkan semakin tinggi kadar protein susu bubuk (Winarno, F.G., 2002).
Kadar protein susu bubuk dari metode foat-mat drying dengan penambahan bahan penstabil busa ini berkisar antara 7 – 9 %. Sedangkan menurut Belitz and Grosch (1987) susu bubuk yang dibuat dari bahan baku susu penuh (whole milk) mempunyai kadar protein sekitar 25,2 %. Perbedaan yang cukup jauh ini diduga disebabkan adanya proses pengeringan yang terlalu lama sehingga dimungkinkan adanya kerusakan protein susu yaitu kasein. Kasein tidak berubah secara nyata dengan proses perlakuan pemanasan biasa, tetapi akan rusak dengan pemanasan yang tinggi dan lama (Susrini dan Khotimah K., 2001).
Tinggi rendahnya kelarutan susu bubuk selain dari bahan yang ditambahkan juga akibat dari peralatan yang dipergunakan. Kondisi pengeringan yang tidak sempurna, naiknya suhu udara pengering akan berakibat pada tingginya solubility (bagian protein yang tidak larut dalam suatu produk susu bubuk) dari produk yang dihasilkan (Widodo, 2003). Kelarutan berhubungan dengan kadar air bahan, dimana semakin tinggi kadar air kelarutan cenderung semakin kecil, karena jika kadar air tinggi terbentuk gumpalan–gumpalan sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk memecah ikatan antar partikel dan kemampuan produk untuk larut menurun, sebagai akibat total padatan yang tersaring pada kertas saring meningkat (Yunizal, J. M., J.T. Murtini, dan B Jamal, 1999).
Tipe-tipe susu bubuk yang dikenal dipasaran, biasanya menunjukkan kadar lemak, bahan baku yang diproses, serta proses atau metode pengeringan yang digunakan. Bahan baku dapat berupa susu penuh, susu skim, susu mentega, dan whey. Sedangkan pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan proses penyemprotan atau menggunakan proses drum/ roller panas. Susu bubuk penuh umumnya dibuat dari susu dengan kandungan lemak yang normal, cara pengeringan yang digunakan biasanya penyemprotan (spray drying) (Susrini dan Khotimah K., 2001).
Komposisi susu bubuk bervariasi tergantung bahan bakunya, karena sebagian besar airnya dihilangkan maka bahan keringnya naik kira-kira dengan proporsi yang sama. Komposisi susu bubuk dari bahan baku susu penuh (whole milk), kadar air 3,5%, protein, 25,2%, lemak 26,2%, laktosa 38,1% dan mineral sebesar 7% (Belitz and Grosch, 1987).
KESIMPULAN
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan yaitu :
Susu adalah sekresi ambing hewan yang diproduksi dengan tujuan penyediaan makanan bagi anaknya yang baru dilahirkan.
Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu diantaranya yaitu protein, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin.
Susu evaporasi adalah produk susu cair yang diperoleh dengan cara menghilangkan sebagian air dari susu segar atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi, dengan menggunakan proses evaporasi hingga diperoleh tingkat kepekatan tertentu.
Pembuatan susu bubuk dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain spry drying, roller drying atau drum drying, dan dough drying.
Komposisi susu bubuk bervariasi tergantung bahan bakunya, karena sebagian besar airnya dihilangkan maka bahan keringnya naik kira-kira dengan proporsi yang sama. Komposisi susu bubuk dari bahan baku susu penuh (whole milk), kadar air 3,5%, protein, 25,2%, lemak 26,2%, laktosa 38,1% dan mineral sebesar 7%.
Daftar Pustaka
Yunizal, J. M., J.T. Murtini, dan B Jamal . 1999. Teknologi Ekstraksi Alginat dari Rumput Laut Coklat ( Phaeophyceae) Dalam Laporan Teknik 1998-1999. Balai penelitian Rancang Bangun Mesin Pengemas dan Rekayasa Teknologi Industri Tahu kemas. Malang : Fak. Teknologi Pertanian. Unibraw.
Susrini dan Khotimah K., 2001. Ilmu Dan Teknologi Pengolahan Susu. Malang : Program studi Teknologi Industri Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Jakarta.
Sthepen A.M. (edt)., 1995. Food Polysoccharides and Their Aplication. Marchel Dekker. Inc. New York.
Khotimah K. 2006. Pembuatan Susu Bubuk Dengan Foam – Mat Drying : Kajian Pengaruh Bahan Penstabil Terhadap Kualitas Susu Bubuk. Jurnal Protein. Vol. 13 No.1 Th. 2006.
Zuhra, Sofyana, Erlina C. 2012. Pengaruh Kondisi Operasi Alat Pengering Semprot Terhadap Kualitas Susu Bubuk Jagung. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol. 9, No. 1, Hal 36 – 44, 2012. ISSN 1412 – 5064.
Badan Standarisasi Nasional. 2006. Susu Bubuk. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional – BSN. SNI 01 – 2970 – 2006.
Hartayanie L. Sulistyawati I. 2010. Sentuhan Teknologi Untuk Meningkatkan Nilai Ekonomi Susu Sapi. Kajian Politik Lokal dan Sosial – Humaniora. Renai. ISSN 1411 – 7924.
Koswara S. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Produksi : eBookPangan.com.